DOKTER AIRLANGGA

SMART PEOPLE, SMART HEALTH

Faringitis (Radang Tenggorok): Tinjauan Epidemiologi, Klinis, dan Strategi Penanganan di Konteks Layanan Kesehatan Primer

 

Faringitis (Radang Tenggorok): Tinjauan Epidemiologi, Klinis, dan Strategi Penanganan di Konteks Layanan Kesehatan Primer

Penulis Yudhasmara Sandiaz¹, Widodo Judarwanto²

Abstrak

Faringitis (radang tenggorok) adalah peradangan pada faring yang sering dialami dan menjadi salah satu penyakit infeksi saluran nafas atas (ISPA) tersering pada pelayanan primer. Studi ini meninjau epidemiologi, definisi klinis, etiologi, tanda dan gejala, serta strategi penanganan dan pencegahan faringitis dengan fokus pada layanan kesehatan di Indonesia. Metode yang digunakan adalah tinjauan literatur naratif dari publikasi klinis dan pedoman terbaru. Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar kasus faringitis disebabkan oleh virus, tetapi infeksi bakteri, terutama Streptococcus pyogenes (GAS), tetap penting karena risiko komplikasi. Manajemen yang efektif mencakup diagnosa tepat, penggunaan tes cepat atau kultur tenggorok bila diperlukan, terapi suportif, dan antibiotik hanya jika indikasi bakteri. Pencegahan meliputi edukasi higiene, imunisasi bila relevan, pengurangan faktor risiko seperti paparan rokok, dan kebijakan kesehatan masyarakat. Kesimpulannya, intervensi multi-sektoral diperlukan untuk mengurangi beban faringitis akut dan mencegah komplikasi di masyarakat.

Pendahuluan

Faringitis, atau radang tenggorok, adalah inflamasi pada mukosa faring yang dapat disebabkan oleh berbagai agen infeksi seperti virus, bakteri, jamur, serta iritan non-infeksi seperti alergen dan polutan. Gejala klasik biasanya termasuk nyeri tenggorok, kesulitan menelan, demam, dan pembengkakan kelenjar getah bening servikal. Meskipun sebagian besar kasus bersifat ringan dan sembuh sendiri, faringitis sering menjadi alasan kunjungan ke fasilitas layanan primer.

Di Indonesia, data epidemiologi faringitis masih terbatas meskipun penyakit ini sangat umum. Menurut survei sebelumnya, masalah kesehatan tenggorok termasuk faringitis dan tonsilitis tetap menjadi isu, terutama di komunitas dengan kebersihan mulut rendah dan paparan rokok kronis. Selain itu, pedoman klinis menunjukkan bahwa diagnosis dan pengelolaan yang optimal sangat penting untuk mencegah komplikasi, terutama ketika bakteri seperti Streptococcus pyogenes terlibat.

Epidemiologi

  1. Prevalensi Global dan Lokal
    Faringitis merupakan salah satu infeksi saluran napas atas yang paling sering dijumpai di praktik klinis. Menurut survei penyakit THT di Indonesia, masalah tenggorok seperti faringitis dan tonsilitis terus muncul sebagai bagian dari beban kesehatan masyarakat.
  2. Etiologi dan Distribusi Agen Patogen
    Sekitar 50%–80% faringitis disebabkan oleh virus. Di antara bakteri, Streptococcus pyogenes (Group A Streptococcus, GAS) adalah patogen utama yang menjadi perhatian klinis karena potensi komplikasi.
  3. Risiko Komplikasi & Beban Kesehatan
    Infeksi GAS tidak hanya menyebabkan gejala akut tetapi juga dapat menyebabkan komplikasi berat seperti demam rematik akut dan glomerulonefritis. Faktor sosio-ekonomi, paparan rokok, dan perilaku hidup sehat rendah juga berkontribusi pada prevalensi kronis atau berulangnya penyakit tenggorok di populasi tertentu.

Definisi Klinis

  1. Deskripsi Umum
    Faringitis adalah peradangan pada faring, yang dapat melibatkan tonsil (tonsilitis) atau hanya faring posterior. Proses inflamasi ini biasanya disertai dengan gejala seperti sakit tenggorok, demam, dan pembesaran kelenjar getah bening servikal.
  2. Jenis dan Klasifikasi Etiologis
    Berdasarkan penyebabnya, faringitis dapat diklasifikasikan menjadi:

    • Viral (paling sering), seperti virus influenza, adenovirus, rhinovirus, coronavirus, dan EBV.
    • Bakteri, terutama GAS (Streptococcus pyogenes).
    • Non-infeksi: iritan (asap rokok, polusi), alergi, trauma, dan refleks asam lambung juga bisa menjadi penyebab.
  3. Patofisiologi dan Implikasi Klinis
    Mekanisme patofisiologi melibatkan transmisi agen melalui droplet sekret saluran napas atas, dengan masa inkubasi rata-rata 1–5 hari. Dalam infeksi GAS, bakteri menggunakan faktor virulensi seperti protein M, kapsul asam hialuronat, dan eksotoksin (streptolysin) yang meningkatkan kemampuan invasi dan inflamasi. Peradangan ini dapat menimbulkan gejala akut dan pada beberapa kasus berkembang menjadi komplikasi sistemik jika tidak ditangani dengan baik.

Penyebab / Faktor Risiko

  1. Infeksi Virus
    Sebagian besar faringitis disebabkan oleh virus, termasuk virus influenza, adenovirus, rhinovirus, coronavirus, dan Epstein-Barr. Virus-virus ini menyebar melalui droplet, dan gejalanya biasanya bersifat self-limiting.
  2. Bakteri – Streptococcus pyogenes (GAS)
    Streptococcus pyogenes (Group A) adalah penyebab bakteri paling klinis penting karena potensinya memicu komplikasi seperti demam rematik dan glomerulonefritis. Beberapa strain GAS juga dapat menyebabkan infeksi berulang. Studi genetik menunjukkan variasi genotip M-protein pada isolat berulang, yang dapat memengaruhi respons terhadap pengobatan.
  3. Faktor Iritatif dan Lingkungan
    Faktor non-infeksi juga penting. Paparan kronis terhadap rokok atau polusi udara meningkatkan risiko faringitis kronis. Kebersihan mulut yang buruk, pola hidup tidak sehat, dan stres fisik dapat memperparah inflamasi faring. Selain itu, paparan iritan seperti udara kering, penggunaan suara secara berlebihan, dan refluks asam lambung (GERD) dapat memicu atau memperberat faringitis.

Tanda dan Gejala

DomainTanda / Gejala
Gejala Lokal (Tenggorok)Nyeri atau gatal tenggorok, kesulitan menelan (odinofagia), kemerahan faring, eksudat (pada infeksi GAS), pembengkakan tonsil, petechiae palatal.
Gejala SistemikDemam, malaise, sakit kepala, nyeri otot, lemas, kedinginan.
Gejala Lain dan KomplikasiPembesaran kelenjar getah bening servikal anterior, bau mulut, suara serak, dan pada kasus GAS dapat muncul komplikasi seperti abses peritonsilar atau demam rematik jika tidak ditangani.

 

  • Gejala Lokal: Nyeri tenggorok dan kesulitan menelan adalah gejala paling khas faringitis. Bila bakteri GAS terlibat, eksudat pus pada tonsil dan kemerahan faring lebih sering muncul, serta mungkin ada petechiae di langit-langit mulut.
  • Gejala Sistemik: Karena faringitis adalah infeksi, demam dan malaise sering menyertai. Gejala seperti sakit kepala dan nyeri otot dapat muncul terutama jika infeksi bersifat viral.
  • Komplikasi dan Gejala Lain: Pembengkakan kelenjar getah bening di leher merupakan respons imun lokal. Bila infeksi GAS tidak diobati, risiko komplikasi serius seperti abses peritonsilar atau demam rematik dapat terjadi.

Penanganan

Berikut strategi penanganan faringitis:

  1. Diagnosa Klinis dan Skrining
    Gunakan pedoman klinis (misalnya Centor Criteria atau panduan lokal) dan pertimbangkan tes cepat antigen (rapid antigen detection test) atau kultur tenggorok bila dicurigai infeksi GAS.
  2. Terapi Suportif
    Untuk sebagian besar kasus viral: istirahat cukup, hidrasi, berkumur air garam hangat, analgetik (misalnya parasetamol) untuk nyeri dan demam. Pedoman pencegahan nasional Indonesia juga menyarankan melembapkan udara dan menghindari iritan seperti asap rokok.
  3. Antibiotik Bila Indikasi Bakteri
    Jika diagnosis GAS ditegakkan berdasarkan tes atau kriteria klinis, pemberian antibiotik (penisilin tetap pilihan utama) direkomendasikan untuk mengatasi gejala, mengurangi penularan, dan mencegah komplikasi seperti demam rematik.
  4. Monitoring dan Pencegahan Komplikasi
    Setelah terapi antibiotik, pengawasan gejala, kepatuhan pengobatan, dan tindak lanjut penting untuk memastikan eradikasi. Pedoman klinis juga menekankan pentingnya mencegah komplikasi seperti abses peritonsilar.
  5. Edukasi Pasien dan Keluarga
    Edukasi mengenai penyebaran (droplet), kebersihan tangan, cara berkumur, serta kapan kembali ke pelayanan kesehatan jika gejala memburuk atau komplikasi muncul. Intervensi preventif juga termasuk menghindari iritan aur lingkungan.

Pencegahan

Strategi pencegahan faringitis meliputi:

  1. Higiene dan Kebersihan
    Cuci tangan secara rutin, terutama setelah batuk atau bersin, dan hindari kontak dekat dengan penderita faringitis.
  2. Pengurangan Faktor Risiko Lingkungan
    Kurangi paparan rokok, polusi udara, serta iritan lain yang dapat merusak mukosa faring.
  3. Imunisasi dan Kebijakan Kesehatan
    Meskipun tidak ada vaksin spesifik untuk semua penyebab faringitis, mendorong imunisasi virus pernapasan (misalnya influenza) dan kebijakan kesehatan masyarakat untuk mengurangi penyebaran droplet di sekolah dan komunitas dapat efektif.
  4. Edukasi Komunitas
    Kampanye kesehatan masyarakat tentang gejala faringitis, pentingnya diagnosis tepat, serta penggunaan antibiotik yang bijak untuk mencegah resistensi dan komplikasi.

Kesimpulan

Faringitis atau radang tenggorok adalah kondisi umum yang memiliki etiologi beragam, terutama virus dan Streptococcus pyogenes. Walaupun sering dianggap ringan, infeksi bakteri seperti GAS memerlukan penanganan tepat untuk mencegah komplikasi serius. Diagnosis klinis yang akurat, ditunjang dengan tes diagnostik bila perlu, serta manajemen suportif dan antibiotik yang selektif adalah kunci. Pencegahan melalui higiene, pengurangan iritan, edukasi masyarakat, dan kebijakan kesehatan sangat penting untuk menurunkan beban penyakit ini di komunitas. Di Indonesia, diperlukan peningkatan kesadaran klinis dan akses ke layanan diagnostik serta intervensi preventif untuk mengoptimalkan hasil kesehatan penderita faringitis.

Daftar Pustaka

  1. Cooper RJ, Hoffman JR, Bartlett JG, Besser RE, Gonzales R, Hickner JM, Sande MA. Principles of appropriate antibiotic use for acute pharyngitis in adults: background. Ann Emerg Med. 2001. (dalam artikel pengelolaan faringitis)
  2. Practice Guidelines for the Diagnosis and Management of Group A Streptococcal Pharyngitis. Clinical Infectious Diseases. 2002;35(2):113-125.
  3. Ashurst JV, Weiss E, Tristram D, Edgerley-Gibb L. Streptococcal Pharyngitis. StatPearls. 2025.
  4. Bisno AL, Gerber MA, Gwaltney JM Jr, Kaplan EL, Schwartz RH; Practice Guidelines for the Diagnosis and Management of Group A Streptococcal Pharyngitis. Clin Infect Dis. 2002. (sama pedoman)
  5. Gerber MA, Baltimore RS, Eaton CB, Gewitz M, Rowley AH, et al. Prevention of Rheumatic Fever and Diagnosis and Treatment of Acute Streptococcal Pharyngitis. Circulation. (dalam tinjauan GAS dan komplikasinya)
  6. Shulman ST, Bisno AL, Clegg HW, Gerber MA, Kaplan EL, Lee G, et al. Clinical Practice Guideline for the Diagnosis and Management of Group A Streptococcal Pharyngitis: 2012 Update by the Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis. (revisi pedoman)
  7. Pharyngitis: Approach to diagnosis and treatment. Canadian Family Physician / Review. (artikel klinis primer)
  8. Ashurst JV, Weiss E, Tristram D. Streptococcal pharyngitis: pathophysiology, diagnosis, and management. PubMed review.
  9. Chien YW, et al. Epidemiological characterization of Streptococcus pyogenes isolated from patients with multiple onsets of pharyngitis. J Clin Microbiol. (studi strain berulang)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *