Indikasi Operasi Tonsil pada Anak dan Dewasa
Penulis: Yudhasmara Sandiaz; Widodo Judarwanto
Afiliasi: Departemen THT & Pediatri, RSIA Bunda Jakarta
Abstrak
Tonsilektomi (dan adenotonsilektomi) tetap menjadi salah satu prosedur bedah kepala-leher paling umum. Indikasi tradisional meliputi tonsilitis berulang dan obstruktif (sleep-disordered breathing/OSA), tetapi praktik dan bukti terbaru menunjukkan variasi indikasi menurut kelompok usia, teknik operasi (total vs partial), dan tujuan (reduksi infeksi vs perbaikan obstruksi). Artikel ini merangkum bukti dan pedoman terkini mengenai indikasi operasi tonsil pada anak dan dewasa, meninjau kriteria frekuensi infeksi (Paradise/SIGN), pedoman AAO-HNS 2019, peran operasi pada SDB/OSA, serta indikasi lain seperti peritonsillar abses rekuren dan kecurigaan neoplasia. Rekomendasi menekankan pendekatan pasien-sentris: pertimbangan manfaat-risiko, konfirmasi etiologi bila perlu, dan pemilihan teknik bedah yang sesuai.
Pendahuluan
Tonsilektomi—pengangkatan tonsil palatina—dilakukan untuk mengatasi masalah infeksi berulang dan/atau obstruksi jalan napas atas. Pada anak-anak, pemicu utama operasi telah bergeser selama beberapa dekade dari pengobatan infeksi berulang saja menuju pengobatan sleep-disordered breathing (SDB) yang berkaitan dengan hipertrofi tonsil/adenoid. Pilihan antara tonsilektomi total, tonsillotomi (partial/intracapsular), atau adenotonsilektomi bergantung pada tujuan terapi, usia pasien, dan risiko morbiditas pasca operasi.
Operasi pada orang dewasa menuntut pendekatan yang sedikit berbeda: selain infeksi rekuren, indikasi penting lain adalah kecurigaan neoplasia tonsilar, disfagia bermakna akibat hipertrofi, dan peritonsillar abses yang berulang atau tidak responsif. Risiko pendarahan pasca-operasi dan durasi nyeri recovery lebih tinggi pada dewasa, sehingga indikasi harus ditegakkan dengan bukti klinis yang kuat.
Epidemiologi
- Tonsilektomi masih umum dilakukan di banyak negara; tren indikasi berubah — SDB kini menjadi alasan paling sering untuk operasi pediatrik di banyak pusat, sedangkan infeksi berulang masih menjadi bagian penting indikasi. Volume operasi bervariasi menurut wilayah, pedoman lokal, dan preferensi klinis.
- Prevalensi tonsilitis berulang menurun di beberapa setting berkat manajemen antibiotik dan pemahaman yang lebih baik tentang etiologi viral vs bakteri, tetapi anak-anak dengan hipertrofi tonsil yang menyebabkan OSA tetap memiliki kebutuhan signifikan untuk intervensi bedah. Studi kohort menunjukkan peningkatan proporsi operasi yang ditujukan untuk SDB dibandingkan dengan dekade-deka sebelumnya.
- Pada orang dewasa, indikasi operasi relatif lebih sering berfokus pada komplikasi (peritonsillar abses), dampak fungsional (disfagia, gangguan tidur) dan diagnostik (kecurigaan malignansi), bukan pada frekuensi berulang semata; hasil operasi dewasa dipengaruhi oleh komorbiditas, teknik operasi, dan risiko perdarahan.
Definisi klinis
- Tonsilitis akut: inflamasi tonsil dengan onset akut—gejala klasik odynophagia, fever, eksudat tonsilar, dan adenopati servikal. Etiologi sering viral, tetapi group A Streptococcus (GAS) penting untuk diidentifikasi karena implikasi terapi dan komplikasi.
- Tonsilitis berulang / kronis: pola episode berulang yang mengganggu fungsi; kriteria populer (Paradise) untuk mempertimbangkan tonsilektomi pada anak: ≥7 episode signifikan dalam 1 tahun, atau ≥5 episode/tahun selama 2 tahun, atau ≥3 episode/tahun selama 3 tahun; setiap episode harus terdokumentasi dan memenuhi karakteristik tertentu (demam >38.3°C, eksudat, adenopati tender, atau positifi GAS). Kriteria ini membantu menyeleksi pasien yang paling mungkin mendapatkan manfaat.
- Obstruktif / SDB-OSA: pembesaran tonsil/adenoid yang menyebabkan ngorok, napas mulut, jeda napas saat tidur, perilaku atau tumbuh kembang terganggu. Pada anak, adenotonsilektomi merupakan terapi utama dan sering memperbaiki gejala SDB; pada dewasa, indikasi operasi untuk OSA lebih kompleks dan memerlukan penilaian polisomnografi serta pertimbangan terapi alternatif.
Penyebab
- Infeksi berulang oleh patogen: paparan berulang terhadap virus pernapasan dan bakteri (GAS) dapat menyebabkan episode tonsilitis yang sering. Faktor lingkungan, kontak sekunder di sekolah/daycare, dan status imun mempengaruhi kejadian.
- Hipertrofi limfoid (adenotonsillar hypertrophy): respons imun terhadap antigen yang berulang terutama pada usia pra-sekolah menyebabkan pembesaran jaringan Waldeyer, yang pada beberapa anak menghasilkan obstruksi jalan napas. Faktor genetik, alergi, dan iritan lingkungan (mis. asap rokok) dapat berkontribusi.
- Komplikasi lokal dan kondisi non-infeksi: peritonsillar abses yang berulang atau residu abses dapat menjadi indikasi operasi; pada dewasa, adanya massa tonsilar, perdarahan berulang, atau kecurigaan neoplasia (mis. unilateral tonsil hipertrofi, perdarahan, atau massa yang tidak wajar) merupakan indikasi kuat untuk pengangkatan dan pemeriksaan histopatologi.
Tabel — Tanda dan Gejala
| Tanda / Gejala | Implikasi untuk indikasi operasi |
|---|---|
| Episode tonsilitis berulang (frekuensi menurut Paradise/SIGN) | Indikasi relatif untuk tonsilektomi bila berdampak pada fungsi/aktivitas. |
| Eksudat tonsilar + demam tinggi + adenopati tender | Mendukung etiologi bakteri; bila berulang sesuai kriteria → pertimbangan operasi. |
| Ngorok, napas mulut, jeda napas saat tidur | Indikasi utama untuk adenotonsilektomi pada anak dengan SDB/OSA. |
| Peritonsillar abses berulang atau tidak responsif | Indikasi akut untuk drainase; rekuren → tonsilektomi dipertimbangkan. |
| Disfagia berat / penurunan berat badan karena hipertrofi | Indikasi fungsional untuk operasi, lebih relevan pada dewasa. |
| Mass/ulcerasi unilateral pada tonsil | Indikasi untuk pengangkatan dan pemeriksaan histologis (kecurigaan neoplasia). |
- Frekuensi dan beratnya episode tonsilitis adalah titik data utama: anak yang memenuhi kriteria Paradise/SIGN lebih mungkin memperoleh manfaat jangka pendek (pengurangan episode) dari tonsilektomi; manfaat pada dewasa untuk indikasi serupa kurang jelas dan harus dievaluasi kasus per kasus.
- Gejala obstruktif pada anak (ngorok, jeda napas, gangguan tidur) biasanya merespons baik adenotonsilektomi; perbaikan kualitas hidup, perilaku, dan parameter PSG sering dilaporkan, sehingga SDB merupakan indikasi kuat di populasi pediatrik. Pada dewasa, OSA lebih sering memerlukan pendekatan multi-modal (CPAP, revisi mandibular, atau kombinasi), dan operasi tonsil dipertimbangkan bila tonsil besar menjadi kontribusi signifikan.
- Indikasi onkologik (massa unilateral, perdarahan, ulserasi) mengubah urgensi: pengangkatan dan pemeriksaan jaringan dianjurkan untuk menyingkirkan keganasan — terutama pada dewasa dan pasien risiko tinggi HPV/merokok. Peritonsillar abses yang berulang menunjukkan kebutuhan intervensi definitif.
Penanganan
- Indikasi infeksi berulang (Paradise/SIGN criteria): pada anak yang memenuhi kriteria frekuensi dan dampak fungsional, adenotonsilektomi/tonsilektomi dapat dipertimbangkan karena bukti menunjukkan pengurangan episode di tahun pertama pasca operasi. Namun manfaat jangka panjang (≥2 tahun) bervariasi dan keputusan harus melibatkan diskusi manfaat-risiko.
- Indikasi obstruktif / SDB: adenotonsilektomi merupakan terapi lini pertama pada anak dengan SDB yang jelas akibat hipertrofi adenotonsilar; opsi tonsillotomi (partial) semakin populer untuk mengurangi morbiditas pasca-op (nyeri, perdarahan) sambil mempertahankan fungsi. Pra-operatif meliputi evaluasi risiko anestesi, pemeriksaan PSG bila kecurigaan moderat-berat, dan konsultasi keluarga.
- Indikasi akut dan komplikasi (peritonsillar abses): drainage abses dan antibiotik adalah langkah awal. Bila abses berulang atau terdapat faktor predisposisi (fibrotik atau perubahan anatomis), tonsilektomi setempat (weather permitting—delayed vs immediate) dipertimbangkan. Pilihan teknik (needle aspiration vs I&D) disesuaikan kondisi pasien.
- Indikasi pada dewasa: untuk dewasa dengan recurrent tonsillitis yang menyebabkan beban klinis signifikan, evidence modern (beberapa studi RCT dan analisis cost-effectiveness) mendukung tonsilektomi sebagai pilihan yang efektif secara klinis dan ekonomi pada kelompok tertentu; tetapi risiko pendarahan dan nyeri recovery lebih besar sehingga pemilihan pasien ketat diperlukan. Kecurigaan malignansi selalu merupakan indikasi kuat untuk pengangkatan dan pemeriksaan histopatologi.
- Teknik & follow up: pilihan teknik (total tonsillectomy vs intracapsular/partial tonsillotomy) mempengaruhi profil komplikasi—intracapsular cenderung menurunkan risiko perdarahan dan nyeri tetapi berisiko residu jaringan tonsilar dan kemungkinan re-intervensi. Pasca-op memerlukan pengawasan untuk perdarahan primer/sekunder, manajemen nyeri multimodal, dan tindak lanjut untuk menilai perbaikan gejala dan komplikasi.
Teknik Operasi Tonsilektomi
Prinsip Umum Operasi
Tonsilektomi adalah prosedur pembedahan untuk mengangkat tonsil palatina secara menyeluruh dari fosa tonsilaris. Operasi ini biasanya dilakukan pada indikasi tonsilitis berulang, obstruksi jalan napas akibat hipertrofi tonsil, serta komplikasi seperti abses peritonsil. Prinsip dasar operasi adalah diseksi anatomi yang tepat untuk mengangkat tonsil dari kapsul fibrosa, mengontrol perdarahan, dan meminimalkan trauma jaringan di sekitarnya. Pada anak, teknik yang digunakan harus lebih hati-hati karena jaringan yang lebih lunak dan pembuluh darah yang lebih reaktif.
Teknik Diseksi Dingin (Cold Dissection)
Metode diseksi dingin menggunakan instrumen konvensional seperti pisau bedah, gunting, dan dissector untuk memisahkan tonsil dari kapsulnya. Teknik ini dianggap sebagai “gold standard” karena menyebabkan kerusakan termal minimal terhadap jaringan sekitarnya. Prosedur dimulai dengan melakukan insisi mukosa anterior tonsil, kemudian tonsil dipisahkan secara bertahap sambil mempertahankan garis diseksi tepat pada kapsul. Perdarahan dikontrol menggunakan ligasi atau klem, dan metode ini sering menghasilkan nyeri pasca operasi lebih ringan dibanding teknik panas.
Teknik Elektrokauter
Elektrokauter menggunakan energi panas dari listrik untuk memotong jaringan sekaligus melakukan hemostasis. Teknik ini mempercepat waktu operasi dan mengurangi perdarahan intraoperatif, sehingga banyak digunakan pada pusat-pusat bedah modern. Namun, risiko nyeri pasca operasi lebih besar karena kerusakan termal jaringan yang lebih luas. Ahli bedah harus menyeimbangkan intensitas panas agar tidak menimbulkan karbonisasi jaringan yang dapat memperpanjang proses penyembuhan.
Teknik Coblation (Radiofrequency Ablation)
Coblation adalah teknik berbasis radiofrekuensi berenergi rendah yang menghasilkan plasma untuk melarutkan jaringan pada suhu lebih rendah dibanding elektrokauter. Teknik ini memberikan keuntungan berupa kerusakan termal minimal, perdarahan rendah, dan pemulihan lebih cepat. Coblation sangat populer untuk tonsilektomi pada anak karena mengurangi nyeri pasca operasi. Meskipun demikian, biaya alat yang lebih tinggi menjadi salah satu keterbatasan implementasinya.
Mikrodebrider dan Intracapsular Tonsillectomy
Tonsilektomi intrakapsular menggunakan mikrodebrider untuk mengangkat jaringan tonsil tanpa menghilangkan kapsul sepenuhnya. Teknik ini bertujuan menurunkan risiko perdarahan dan nyeri, cocok untuk anak dengan indikasi obstruksi seperti sleep-disordered breathing. Namun, karena sebagian kecil jaringan tonsil tetap tersisa, risiko tonsil tumbuh kembali lebih tinggi dibanding total tonsilektomi. Teknik ini menjadi salah satu alternatif modern yang semakin banyak diteliti.
Manajemen Perdarahan dan Penutupan Luka
Kontrol perdarahan adalah komponen utama dalam semua jenis tonsilektomi. Hemostasis dilakukan dengan ligasi, bipolar cautery, atau teknik modern tergantung jenis operasi. Setelah tonsil terangkat, area fosa tonsilaris diperiksa untuk memastikan tidak ada perdarahan aktif. Pada sebagian besar teknik modern, luka dibiarkan terbuka dan akan mengalami epithelialisasi dalam 7–14 hari. Pasien—terutama anak—diberikan analgesik, hidrasi, dan panduan diet untuk mempercepat penyembuhan serta mengurangi komplikasi seperti perdarahan sekunder.
Pencegahan
- Pencegahan infeksi & hygiene komunitas: pengurangan paparan patogen pernapasan melalui kebersihan tangan, pengelolaan lingkungan (ventilasi, pengurangan kepadatan), dan isolasi saat sakit membantu menurunkan episode infeksi yang memicu indikasi operasi.
- Pengelolaan medis yang tepat: diagnosis etiologi (rapid antigen test/kultur untuk GAS) dan terapi antibiotik selektif mengurangi penggunaan operasi yang tidak perlu untuk kasus viral. Pemantauan dan dokumentasi episode oleh klinisi primer penting untuk memenuhi kriteria indikasi bila diperlukan.
- Intervensi pada faktor predisposisi: mengatasi alergi respiratori, mengurangi paparan asap rokok, dan perawatan rhinitis kronis dapat menurunkan hipertrofi limfoid dan frekuensi gejala obstruktif, sehingga mengurangi kebutuhan operasi.
- Kebijakan klinik & audit mutu: penerapan kriteria indikasi berbasis pedoman (AAO-HNS, SIGN, Paradise) serta audit praktik bedah membantu memastikan operasi dilakukan pada pasien yang paling mungkin mendapat manfaat dan mengurangi variabilitas praktek.
Point of View
Pada anak-anak, indikasi adenotonsilektomi untuk SDB harus dipandang sebagai intervensi yang dapat memperbaiki kualitas tidur, perilaku, dan parameter kesehatan lainnya—terutama bila ada bukti klinis jelas; pemilihan teknik partial (tonsillotomi) semakin masuk akal untuk mengurangi morbiditas pasca-op pada kasus obstruktif murni.
Untuk indikasi infeksi berulang, penulis berpendapat bahwa kriteria Paradise tetap berguna sebagai panduan seleksi, tetapi keputusan harus mempertimbangkan beban fungsional anak/keluarga, respons terhadap terapi medis, dan preferensi keluarga. Banyak tonsilektomi saat ini dilakukan tanpa dokumentasi ketat; oleh karena itu rekam medis yang baik dan diskusi shared decision-making wajib.
Pada dewasa, karena morbiditas pasca-op lebih besar, indikasi harus ditegakkan lebih ketat: operasi untuk infeksi rekuren harus dipertimbangkan bila bukti klinis berulang dan beban penyakit nyata; kecurigaan neoplasia adalah indikasi absolut. Penulis menganjurkan pendekatan multidisipliner untuk OSA dewasa dengan evaluasi alternatif sebelum pembedahan tonsil.
Kesimpulan
Indikasi tonsilektomi/adenotonsilektomi tetap bergantung pada dua indikasi besar: infeksi berulang dan obstruksi (SDB/OSA), namun konteks usia (anak vs dewasa), dokumentasi klinis, dan pilihan teknik bedah menentukan manfaat dan risiko. Pedoman seperti AAO-HNS 2019 dan kriteria Paradise memberikan kerangka kerja bukti-terarah, tetapi keputusan akhir harus individualized, berbasis bukti, dan melalui shared decision-making dengan pasien/keluarga. Teknik partial menjadi alternatif penting untuk kasus obstruktif pediatrik yang menginginkan morbiditas lebih rendah.
Daftar Pustaka
- Mitchell RB, Archer SM, Ishman SL, et al. Clinical Practice Guideline: Tonsillectomy in Children (Update). Otolaryngol Head Neck Surg. 2019;160(1_suppl):S1-S42.
- Burton MJ, Glasziou P, Chong LY, et al. Tonsillectomy or adenotonsillectomy versus non-surgical treatment for recurrent throat infection. Cochrane Database Syst Rev. 2014;2014(11):CD001802.
- Paradise JL, Bluestone CD, Bachman RZ, et al. Efficacy of tonsillectomy for recurrent throat infection in severely affected children. N Engl J Med. 1984;310:674-683.
- Randall DA, Hong P, LaRussa PS. Current Indications for Tonsillectomy and Adenoidectomy. J Am Board Fam Med. 2020;33(6):1025-1036.
- Burton MJ. A review of tonsillectomy for recurrent throat infection. UpToDate / NCBI Bookshelf. (Review). Accessed 2020s.
- Noda M, et al. Efficacy of endoscopic powered intracapsular tonsillectomy in pediatric OSA: outcomes and safety. Auris Nasus Larynx. 2023;50(4):xxx-xxx. (Review/series).
- Windfuhr JP. Tonsillectomy 30 years after Paradise: implosion of indications? Eur Arch Otorhinolaryngol. 2016;273:xxx-xxx.
- Sumilo D, et al. Incidence of indications for tonsillectomy and frequency of histopathologic findings: a multicenter study. Eur Arch Otorhinolaryngol. 2018;275:xxx-xxx.
- Wilson J, et al. Conservative management versus tonsillectomy in adults with recurrent acute tonsillitis: Clinical and cost-effectiveness analysis. Lancet. 2023;xxx:xxx-xxx.










Leave a Reply