DOKTER AIRLANGGA

SMART PEOPLE, SMART HEALTH

Tonsilitis (Hipertrofi Tonsil, Radang Amandel) pada Anak

Tonsilitis (Hipertrofi Tonsil, Radang Amandel) pada Anak

Penulis: Yudhasmara Sandiaz; Widodo Judarwanto
Afiliasi: Departemen Pediatri & Ilmu Kesehatan Anak, RSIA Bunda Jakarta

Abstrak

Tonsilitis dan hipertrofi tonsil merupakan masalah THT (Telinga Hidung Tenggorok) yang umum pada anak-anak dan dapat menyebabkan nyeri tenggorok, gangguan menelan, infeksi berulang, serta obstruksi jalan napas atas yang berkontribusi pada sleep-disordered breathing (SDB). Artikel ini meninjau epidemiologi, definisi klinis, penyebab, tanda-gejala, pendekatan diagnostik, penatalaksanaan (medik dan bedah), serta strategi pencegahan berdasarkan bukti saat ini dan pedoman praktik. Rekomendasi klinis menekankan pemilihan intervensi individualisasi: terapi suportif dan antibiotik saat ada indikasi streptokokus; evaluasi terhadap OSA bila terdapat gejala obstruktif; serta pertimbangan tonsilektomi/adenotonsilektomi sesuai kriteria (mis. Paradise) dan pedoman AAO-HNS. Studi randomisasi dan tinjauan sistematik menunjukkan manfaat moderat pada anak yang sangat terpengaruh, khususnya untuk SDB. Saran praktik klinis disertai ringkasan literatur utama dan daftar pustaka.

Pendahuluan

Tonsil (amandel palatina) adalah bagian dari cincin limfoid Waldeyer yang berperan pada imunitas mukosa. Pada masa kanak-kanak, jaringan limfoid ini tumbuh sebagai respons terhadap paparan antigen, dan pada sebagian anak dapat terjadi hipertrofi yang menimbulkan gejala fungsional (mis. obstruksi jalan napas) atau episodik inflamasi berulang (tonsilitis/tonsillopharyngitis). Perbedaan antara tonsilitis (proses inflamasi akut/berulang) dan hipertrofi tonsil (pembesaran tanpa/atau dengan infeksi) penting untuk menentukan intervensi klinis.

Patofisiologi melibatkan interaksi antara patogen (virus, bakteri terutama group A Streptococcus), respons imun hospes, dan faktor predisposisi seperti riwayat alergi, paparan infeksi lingkungan, dan faktor anatomi yang menyebabkan obstruksi. Perkembangan bukti pada dekade terakhir memperjelas peran hipertrofi tonsil terhadap SDB/OSA pada anak dan kaitannya dengan gangguan perilaku, kognisi, dan pertumbuhan jika tidak ditangani.

Epidemiologi

  1. Tonsilitis akut adalah salah satu penyebab kunjungan rawat jalan pediatrik untuk sakit tenggorok; prevalensi episodik bervariasi menurut usia, musim, dan pola pernapasan komunitas. Insiden tonsillitis dan infeksi saluran pernapasan atas pada anak dilaporkan fluktuatif selama dan setelah periode gangguan sosial (mis. pandemi), mencerminkan perubahan paparan patogen.
  2. Hipertrofi tonsil/adenotonsillar hypertrophy sangat umum pada anak usia pra-sekolah/sd (puncak 3–6 tahun) dan merupakan penyebab utama obstruksi jalan napas atas yang mengarah pada SDB/OSA pediatrik. Studi kohort dan tinjauan menunjukkan bahwa adenotonsilektomi memperbaiki parameter klinis dan kualitas hidup pada banyak anak dengan OSA karena hipertrofi tonsil.
  3. Indikasi operasi (tonsilektomi/adenotonsilektomi) bervariasi antar negara dan waktu, tetapi pedoman berbasis bukti (mis. kriteria Paradise dan pedoman AAO-HNS 2019) membantu menstandardisasi keputusan pada anak dengan infeksi berulang atau gejala obstruktif. Tren operasi mencerminkan perubahan indikasi — SDB menjadi indikasi paling umum di banyak pusat.

Definisi klinis

  1. Tonsilitis akut: inflamasi palatina tonsil dengan onset cepat — gejala tipikal meliputi odynophagia (nyeri menelan), demam, eksudat tonsilar, pembesaran kelenjar servikal, dan kadang disfagia. Etiologi sering viral; bakteri (terutama group A Streptococcus) harus dipertimbangkan bila ada temuan klinis khas.
  2. Tonsilitis berulang (recurrent acute tonsillitis): episode tonsilitis yang terulang dalam pola tertentu (mis. ≥7 episode dalam 1 tahun; ≥5 episode/tahun selama 2 tahun; atau ≥3 episode/tahun selama 3 tahun) — kriteria Paradise sering digunakan dalam penelitian untuk menentukan batas intervensi bedah. Efek terapi bedah terhadap frekuensi infeksi terlihat paling jelas pada anak-anak yang memenuhi kriteria ini.
  3. Hipertrofi tonsil / obstruktif: pembesaran tonsil yang menimbulkan gejala obstruksi jalan napas (ngorok, napas mulut, jeda napas saat tidur, perilaku kantuk siang, gangguan pertumbuhan) dan merupakan penyebab utama SDB pada anak. Evaluasi kualitatif ukuran tonsil (mis. skala Brodsky) dan skrining SDB (kuisioner, polisomnografi bila perlu) membantu menilai kebutuhan intervensi.

Penyebab

  1. Infeksi virus: yang paling sering menyebabkan tonsilitis akut pada anak (adenovirus, rhinovirus, coronavirus non-SARS, Epstein-Barr pada mononukleosis). Gambaran klinis sering mencakup gejala pernapasan atas yang lebih luas, dan terapi suportif umumnya memadai.
  2. Infeksi bakteri — Group A Streptococcus (GAS): GAS menyebabkan tonsillopharyngitis bakterial yang signifikan karena risiko komplikasi (mis. demam rematik pasca-infeksi jika tidak diobati). Oleh karena itu, konfirmasi etiologi (rapid antigen test / kultur) dianjurkan bila kecurigaan klinis tinggi, dan antibiotik diberikan sesuai pedoman.
  3. Faktor non-infeksi & predisposisi: termasuk respons imun suprafisiologis, alergi, paparan lingkungan, dan faktor anatomi (mis. tonsil besar relatif terhadap orofaring). Paparan berulang ke patogen dan faktor sosiodemografis juga memengaruhi kejadian berulang dan hipertrofi.

Tabel Tanda dan Gejala 

Tanda / GejalaDeskripsi singkat
Nyeri tenggorok (odynophagia)Nyeri yang meningkat saat menelan, sering mengganggu makan/minum pada anak.
DemamDemam sedang–tinggi pada tonsilitis akut; membantu membedakan infeksi sistemik.
Eksudat tonsilarLapisan putih/kuning pada tonsil, lebih sering pada infeksi bakteri.
Pembesaran kelenjar servikalKelenjar leher anterior/anterolateral terasa nyeri atau lembut.
Napas mulut / ngorokTanda obstruksi orofaring, sering pada hipertrofi tonsil.
Sleep-disordered breathing (SDB)/apneaEpisode desaturasi/napas berhenti, terdeteksi via riwayat atau PSG.
Disfagia / penurunan nafsu makanAkibat nyeri menelan; berisiko dehidrasi/penurunan asupan kalori.
Perubahan perilaku / kantuk siangDapat menunjukkan gangguan tidur kronis/OSA.
Peritonsillar absesKomplikasi — pembengkakan unilateral, odynofagia berat, stridor/voice change.

 

  1. Nyeri tenggorok, demam, dan eksudat tonsilar adalah triad klinis yang umum dijumpai; kombinasi dan beratnya membantu menilai kemungkinan etiologi bakteri vs viral dan kebutuhan pemeriksaan lebih lanjut (rapid antigen test atau kultur). Pembesaran servikal yang nyeri biasanya menunjang diagnosis infeksi akut.
  2. Gejala obstruktif—ngorok, napas mulut, jeda napas saat tidur—mengindikasikan hipertrofi tonsil yang mempengaruhi aliran udara dan berhubungan erat dengan SDB/OSA pada anak. Dampak SDB bersifat multisistem: gangguan perilaku, penurunan kognisi, gangguan pertumbuhan — sehingga deteksi dini penting. Evaluasi polisomnografi dianjurkan bila kecurigaan OSA moderat-berat.
  3. Komplikasi lokal (peritonsillar abses) atau sistemik (sequelae pasca-GAS) memerlukan intervensi lebih agresif — drainase abses, antibiotik rentang luas, dan dalam beberapa kasus tonsilektomi definitif bila terjadi komplikasi berulang. Keputusan bedah juga dipandu oleh kriteria frekuensi infeksi (Paradise) dan pedoman praktik.

Penanganan

  1. Penilaian awal & terapi suportif: untuk tonsilitis akut tanpa tanda bahaya, terapi awal meliputi analgesik (parasetamol/NSAID sesuai usia), hidrasi adekuat, istirahat, dan perawatan simptomatik (obat kumur/larutan garam). Antibiotik tidak dianjurkan rutin pada kasus yang tampak viral.
  2. Antibiotik untuk infeksi GAS: bila kecurigaan kuat terhadap streptococcal pharyngitis (menggunakan Centor/McIsaac score atau rapid antigen test/culture), terapi antibiotik (penisilin V atau amoksisilin pada anak tanpa alergi) direkomendasikan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat resolusi gejala. Pemilihan regimen mengikuti pedoman dan resistensi lokal.
  3. Manajemen SDB / obstruktif: untuk anak dengan SDB yang disebabkan oleh adenotonsillar hypertrophy, adenotonsilektomi (T&A) adalah intervensi kuratif utama dan sering memperbaiki gejala, PSG, serta kualitas hidup. Evaluasi pra-operatif harus mencakup penilaian risiko dan diskusi manfaat-risiko. Pedoman AAO-HNS 2019 merinci indikasi, evaluasi, dan tindak lanjut bedah.
  4. Indikasi operasi untuk infeksi berulang: Pada anak dengan tonsillitis berulang yang memenuhi kriteria frekuensi (Paradise) dan yang secara klinis sangat terpengaruh (gangguan aktivitas, absensi sekolah, terapi medis gagal), tonsilektomi/adenotonsilektomi dapat mengurangi frekuensi infeksi. Keputusan harus individual dan melibatkan keluarga. Evidence menunjukkan manfaat paling jelas pada mereka yang memenuhi kriteria ketat.
  5. Penanganan komplikasi dan alternatif: Peritonsillar abses memerlukan drainage (needle aspiration atau I&D) + antibiotik spektrum luas; intrakapsular tonsillotomy (partial tonsillectomy) menjadi opsi pada beberapa kasus obstruktif untuk mengurangi morbiditas pascaoperasi. Pilihan teknik dan rawat jalan vs rawat inap tergantung kondisi klinis dan sumber daya. Tinjauan sistematik terbaru membahas variasi praktik dan keluaran jangka panjang.

Pencegahan

  1. Pencegahan infeksi dan higiene: pendidikan keluarga tentang kebersihan tangan, mengurangi kontak dengan anak sakit, dan ventilasi ruang dapat menurunkan paparan patogen pernapasan yang memicu tonsilitis. Praktik ini penting terutama pada musim puncak infeksi pernapasan.
  2. Manajemen awal & follow-up: pengenalan cepat gejala, evaluasi klinik, dan penggunaan rapid test/kultur saat perlu membantu diagnosis tepat, menghindari penggunaan antibiotik yang tidak perlu, serta mengurangi risiko komplikasi GAS. Pemantauan anak dengan infeksi berulang memungkinkan intervensi tepat waktu bila frekuensi meningkat.
  3. Intervensi pada faktor predisposisi: evaluasi alergi, perawatan rhinitis alergi, dan intervensi terhadap faktor lingkungan (asap rokok, polusi) dapat mengurangi frekuensi episode pada anak yang rentan. Penanganan masalah tidur dan nutrisi juga membantu pemulihan dan pertumbuhan.
  4. Kebijakan klinik & pedoman: penerapan kriteria indikasi untuk tonsilektomi (mis. Paradise) dan pedoman praktik (AAO-HNS 2019) membantu mengurangi variabilitas praktek, memastikan operasi dilakukan pada pasien yang paling mungkin mendapat manfaat, dan meminimalkan risiko bedah yang tidak perlu. Penggunaan indikator kualitas dapat membantu audit dan perbaikan mutu.

Point of View

Tonsilitis dan hipertrofi tonsil pada anak merupakan kondisi klinis yang umum dengan spektrum dari penyakit ringan yang hanya memerlukan terapi suportif hingga kondisi yang menuntut intervensi bedah karena infeksi berulang atau obstruksi jalan napas (SDB/OSA). Pendekatan berbasis bukti—menggunakan kriteria frekuensi infeksi, konfirmasi etiologi GAS bila dicurigai, dan pedoman bedah—membantu clinician memilih terapi yang tepat. Pencegahan meliputi langkah higiene, pengelolaan faktor predisposisi, dan implementasi pedoman klinis dalam praktek. Keputusan untuk tonsilektomi harus individual, mengikuti pedoman dan diskusi manfaat-risiko dengan keluarga.

Daftar Pustaka 

  1. Anderson J. Tonsillitis. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023.
  2. Mitchell RB, Archer SM, Ishman SL, et al. Clinical Practice Guideline: Tonsillectomy in Children (Update). Otolaryngol Head Neck Surg. 2019;160(1_suppl):S1-S42. doi:10.1177/0194599818801757.
  3. Gipson K, Keens T, Marcus C. Sleep-Disordered Breathing in Children: A Review. Pediatrics. 2019; (review). Available at: PMC.
  4. Guntinas-Lichius O, et al. Treatment of recurrent acute tonsillitis—a systematic review. Laryngoscope Investig Otolaryngol. 2023; (systematic review).
  5. Norton L, et al. The treatment of streptococcal tonsillitis/pharyngitis in children: review and guidelines. Clin Microbiol Infect. 2021; (review).
  6. Paradise JL, Bluestone CD, Bachman RZ, et al. Efficacy of tonsillectomy for recurrent throat infection in severely affected children. N Engl J Med. 1984;310:674-683.
  7. Daou CAZ, et al. Incidence of pediatric tonsillitis, otitis and upper respiratory infections during recent periods: a cohort study. (2023). PubMed.
  8. Piotto M, et al. Pediatric Sleep Respiratory Disorders: A Narrative Review. Children (Basel). 2023;10(6):955. doi:10.3390/children10060955.
  9. Burton MJ, et al. Tonsillectomy or adenoidectomy versus non-surgical treatment for recurrent throat infection: Cochrane Review. Cochrane Database Syst Rev. 2014; (review).

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *