Tonsilitis, Infeksi Peritonsillar, dan Hubungannya dengan Alergi Makanan: Tinjauan Klinis dan Imunopatologi
Yudhasmara Sandiaz; Widodo Judarwanto
RSIA Bunda Jakarta
Abstrak
Tonsilitis pada orang dewasa tetap merupakan penyebab sering konsultasi THT dengan gejala nyeri tenggorok, disfagia, dan demam; komplikasinya termasuk pembentukan abses peritonsillar yang memerlukan drainase dan terapi antibiotik cepat. Alergi makanan (IgE-mediasi dan non-IgE) pada orang dewasa memiliki prevalensi yang signifikan dan dapat memodulasi respons imun lokal pada jaringan orofarinks — beberapa studi menunjukkan perubahan ekspresi gen tonsil pada pasien atopi — sehingga menimbulkan spekulasi mengenai peran alergi makanan sebagai faktor predisposisi atau pemelihara inflamasi tonsilar. Artikel ini meninjau definisi klinis, epidemiologi, etiologi, imunopatofisiologi, tanda-tanda klinis (dengan tabel), diagnosis dan diagnosis banding, komplikasi, pilihan penanganan, langkah pencegahan, serta perspektif klinis praktis. Rekomendasi diagnosis dan manajemen mengikuti pedoman terkini untuk tonsilitis/peritonsillar abscess dan pedoman EAACI/JTF pada alergi makanan.
Pendahuluan
Tonsilitis adalah inflamasi amandel palatina yang biasanya disebabkan oleh infeksi viral atau bakteri. Pada dewasa, presentasi klasik mencakup nyeri tenggorok yang tiba-tiba, demam, odinofagia, dan tampilan amandel yang eritematosa atau bernanah; penatalaksanaan tergantung pada etiology dan keparahan. Peritonsillar abscess (PTA), komplikasi supuratif tersering, ditandai oleh nyeri unilateral, trismus, deviasi uvula, dan “hot potato” voice; tindakan drainase dan pengobatan antibiotic segera seringkali diperlukan.
Selain itu, alergi makanan pada orang dewasa merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting—prevalensi yang dilaporkan bervariasi geografis, tetapi beberapa studi besar melaporkan angka sekitar 5–11% (tergantung definisi dan metode). Alergi makanan IgE-mediasi dapat memicu reaksi sistemik hingga anafilaksis, dan bukti molekuler terbaru menunjukkan bahwa status atopi dapat mengubah profil imunologi tonsilar (mis. ekspresi gen imun); hal ini membuka diskusi tentang hubungan potensial antara alergi sistemik dan penyakit tonsilar kronik atau berulang.
Epidemiologi
- Tonsilitis & PTA: Tonsilitis sering terjadi di segala usia; PTA adalah infeksi dalam jaringan terdalam di area peritonsillar dan paling sering ditemukan pada dewasa muda. Insiden PTA bervariasi menurut populasi dan metode survei; PTA tetap merupakan komplikasi penting dari tonsilitis akut yang tidak tuntas ditangani.
- Alergi makanan pada dewasa: Studi populasi besar melaporkan prevalensi laporan diri food allergy di populasi dewasa sekitar 7–11% di beberapa negara maju, namun prevalensi yang ditegakkan secara klinis lebih rendah; angka berubah menurut metode (self-report vs. konfirmasi IgE/OF C). Banyak kasus dewasa dilaporkan onsetnya pada usia dewasa (adult-onset food allergy).
- Interaksi epidemiologis: Data tentang frekuensi bersamaan (co-occurrence) tonsilar disease dan food allergy pada dewasa masih terbatas. Beberapa studi histologis/transkriptomik pada jaringan tonsil menunjukkan perbedaan imunologis pada individu atopik vs non-atopik, yang mengindikasikan bahwa populasi dengan atopi (termasuk alergi makanan) mungkin memiliki profil imun lokal yang berbeda dan potensi kerentanan terhadap inflamasi tonsilar yang persisten. Namun bukti kausal masih belum pasti.
Definisi Klinis
- Tonsilitis akut: Inflamasi akut palatina tonsil yang biasanya ditandai oleh onset nyeri tenggorok, demam, pembesaran tonsil dengan kemerahan dan/atau eksudat. Etiologi termasuk virus (mis. rhinovirus, adenovirus, EBV) dan bakteri (termasuk Streptococcus pyogenes). Diagnosis klinis didukung oleh pemeriksaan faring dan, bila perlu, rapid antigen test atau kultur.
- Tonsilitis kronik/recurrent: Episode berulang tonsilitis yang menyebabkan gangguan kualitas hidup, absensi kerja, atau komplikasi lokal. Kriteria anamnese untuk indikasi tonsillectomy (pada pedoman AAO-HNS) mencakup frekuensi episode per tahun selama periode tertentu; keputusan bedah mempertimbangkan beban klinis individual.
- Peritonsillar abscess (PTA): Kumpulan nanah antara tonsil palatina dan otot pharyngeus superior—menyajikan nyeri unilateral parah, trismus, deviasi uvula, dan disfonia. Diagnosis umumnya klinis; imaging (US/CT) digunakan bila ada keraguan atau dicurigai komplikasi kedalaman. Terapi melibatkan drainase dan antibiotik spektrum luas.
Penyebab
- Infeksi mikroba: Tonsilitis bakteri umum disebabkan oleh S. pyogenes (group A streptococcus), sedangkan PTA umumnya komplikasi bakteri yang melibatkan streptokokus, stafilokokus, dan anaerob mikroflora orofaring. Polimikroba sering ditemukan pada PTA.
- Faktor predisposisi lokal & sistemik: Kebersihan mulut, kebiasaan merokok, status imun, penyakit kronik, dan kondisi gizi dapat memengaruhi kejadian tonsilar. Pada beberapa kasus, obstruksi saluran kelenjar atau kelainan anatomi lokal memfasilitasi retensi sekret dan infeksi berulang.
- Peran atopi / alergi makanan: Alergi makanan sebagai pemicu langsung tonsilitis akut tidak umum; namun status atopik (termasuk food allergy) dapat mengubah respon imun mukosa orofaring dan berhubungan dengan hiperreaktivitas jaringan limfoid, meningkatkan risiko inflamasi kronis atau pembesaran adenotonsilar pada sebagian individu. Data molekuler menunjukkan korelasi ekspresi gen imun pada tonsil pasien atopik. Bukti saat ini lebih menunjukkan asosiasi biologis daripada bukti penyebab langsung.
Imunopatofisiologi
- Respons imun toksal dan adaptif: Pada tonsilitis bakteri, sel imun innate (neutrofil, makrofag) dan mediator inflamasi memediasi kejadian supuratif; respon sel T dan pembentukan antibodi lokal juga terlibat dalam clearing infeksi dan pembentukan memori. Untuk infeksi viral, tipe respons seluler dan interferon lebih dominan.
- PTA dan jaringan supuratif: Pembentukan abses mencerminkan akumulasi neutrofil dan pembentukan pus akibat kegagalan clearing bakteri pada ruang peritonsillar; mikrobiota anaerob dan biofilm dapat berkontribusi. Adanya jaringan nekrosis dan tekanan lokal menjelaskan trismus dan disfagia berat.
- Modulasi oleh atopi / alergi makanan: Alergi makanan IgE-mediasi mengaktifkan jalur Th2 (IL-4, IL-5, IL-13) dan sel mast yang melepaskan histamin/mediator lain; kondisi atopik kronik dapat mengubah homeostasis mukosa dan komposisi sel imun di tonsil (mis. peningkatan ekspresi gen terkait atopi), yang berpotensi memperpanjang atau memodulasi inflamasi lokal pada paparan alergen makanan atau silang. Namun hubungan biologis rinci masih aktif diteliti.
Tabel: Tanda dan Gejala
| Tanda / Gejala | Penjelasan klinis singkat |
|---|---|
| Nyeri tenggorok (odinofagia) | Gejala paling sering; biasanya unilateral lebih mengarah ke PTA; intensitas nyeri korelatif dengan inflamasi. |
| Demam | Indikator sistemik infeksi; sering hadir pada tonsilitis bakteri dan PTA. |
| Eksudat tonsilar | Nanah/eksudat pada permukaan tonsil; lebih sering pada infeksi bakteri seperti GAS. |
| Trismus | Keterbatasan pembukaan mulut; sangat khas PTA karena spasme otot masticator terkait inflamasi. |
| Deviasi uvula | Efek massa dari peritonsillar swelling ke arah berlawanan; menandakan PTA. |
| Suara “hot potato” | Perubahan resonansi suara akibat obstruksi/edema orofarinks; menunjang diagnosis PTA. |
| Disfagia / drooling | Sulit menelan karena nyeri; pada kasus berat dapat mengakibatkan hidrasi buruk dan kebutuhan rawat intravena. |
| Reaksi alergi sistemik (urtikaria, anafilaksis) | Pada pasien dengan alergi makanan IgE-mediasi, gejala sistemik dapat muncul setelah paparan alergen; perlu dibedakan dari gejala lokal tonsilar. |
- Kombinasi gejala lokal (odinofagia, eksudat) dan tanda sistemik (demam) biasanya cukup untuk membedakan tonsilitis dari faringitis non-tonsilar; rapid antigen atau kultur dapat mengonfirmasi GAS.
- Kehadiran trismus, uvula deviasi, dan suara ‘hot potato’ meningkatkan kecurigaan PTA dan mempercepat kebutuhan drainase; imaging tambahan dipertimbangkan bila diagnosis klinis tidak jelas.
- Gejala alergi makanan (mis. gatal mulut, oral allergy syndrome, urtikaria) biasanya menunjukkan mekanisme imun yang berbeda dari infeksi tonsilar; penting untuk menilai urutan waktu gejala untuk membedakan reaksi alergi sistemik dari infeksi lokal.
Diagnosis
- Anamnesis & pemeriksaan fisik: arahkan pada onset, durasi, pola demam, riwayat atopi/alergi makanan, kemampuan minum/menelan, trismus, deviasi uvula.
- Tes cepat / kultur: Rapid antigen detection test (RADT) untuk GAS atau kultur bila perlu.
- Laboratorium: CBC (leukositosis), CRP dapat membantu menilai derajat inflamasi.
- Imaging: US atau CT kontras ketika diagnosis PTA tidak pasti, atau dicurigai penyebaran ke ruang dalam leher. CT direkomendasikan jika ada tanda komplikasi atau kegawatdaruratan.
- Evaluasi alergi (jika dicurigai kontribusi alergi makanan): anamnese alergi terarah, skin prick test (SPT), serum spesifik IgE (sIgE), dan—jika indikasi—oral food challenge terkontrol sesuai pedoman PRACTALL/EAACI. Jangan melakukan uji alergi acak tanpa korelasi klinis.
Diagnosis Banding
- Faringitis viral (mis. adenovirus, EBV/mononucleosis)
- Ludwigs angina atau infeksi ruang submandibular (pada pembengkakan bawah rahang)
- Epiglottitis (dengan disfagia berat dan stridor)
- Tumor orofaring (pada pembesaran unilateral persisten tanpa tanda infeksi)
- Reaksi alergi oral (oral allergy syndrome) atau stomatitis aphtosa.
Komplikasi
- Peritonsillar abscess (PTA) — komplikasi supuratif utama dari tonsilitis.
- Penyebaran ruang leher (parapharyngeal/retropharyngeal abscess) dan risiko obstruksi jalan napas.
- Sepsis atau trombosis vena jugularis pada kasus invasif (jarang).
- Pada pasien atopik: risiko reaksi alergi sistemik terpisah jika terpapar alergen makanan; tidak lazim sebagai komplikasi langsung PTA tetapi dapat simultan.
Penanganan (5 poin utama)
- Terapi suportif & analgesik: Cairan adekuat, analgesik (paracetamol/NSAID), istirahat suara dan hidrasi.
- Antibiotik empiris untuk tonsilitis bakteri/PTA: untuk GAS biasanya penicillin/amoxicillin; untuk PTA gunakan antibiotik yang mencakup Gram-positif, Gram-negatif dan anaerob (mis. amoxicillin-clavulanate atau kombinasi penicillin + metronidazole; clindamycin bila alergi). Terapi dirancang berdasarkan keparahan dan sensitivitas lokal.
- Drainase PTA: Incision & drainage atau needle aspiration dilakukan segera pada PTA; tonsillectomy darurat (quinsy tonsillectomy) dipertimbangkan pada kasus tertentu atau berulang. Tindakan ini mengurangi tekanan dan mempercepat pemulihan.
- Kortikosteroid adjuvan: Penggunaan kortikosteroid sistemik sebagai adjuvan dapat mengurangi edema dan nyeri akut pada PTA dan tonsilitis berat (dipertimbangkan berdasarkan pedoman dan kondisi pasien).
- Manajemen alergi makanan jika relevan: Konseling alergi, pemberian autoinjector epinefrin untuk pasien dengan riwayat anafilaksis, tes konfirmasi (sIgE/SPT) dan, jika perlu, oral food challenge terstandarisasi di pusat rujukan sesuai PRACTALL/EAACI. Hindari tes alergi acak tanpa korelasi klinis.
Pencegahan (4 poin)
- Pencegahan transmisi infeksi: Kebersihan tangan, etika batuk/bersin, menghindari kontak erat saat sakit.
- Manajemen dini tonsilitis streptokokus: Deteksi dan pengobatan GAS tepat waktu untuk mengurangi risiko PTA.
- Perbaikan kebersihan mulut & faktor risiko modifiable: perawatan mulut rutin, berhenti merokok, perbaikan nutrisi.
- Identifikasi alergi makanan yang bermakna klinis: edukasi pasien tentang label makanan, rencana darurat anafilaksis jika terdiagnosis, dan rujukan ke spesialis alergi untuk konfirmasi dan terapi (mis. immunotherapy bila sesuai untuk alergen tertentu).
Point of View (Perspektif Klinis Praktis)
Pada pasien dewasa dengan tonsilitis berulang atau komplikasi supuratif (PTA), kombinasi pendekatan klinis —manajemen infeksi yang tepat, evaluasi status imun dan riwayat atopi— memberikan hasil terbaik. Untuk pasien dengan riwayat alergi makanan, penting membedakan gejala alergi sistemik dari proses infeksi lokal untuk mencegah investigasi yang tidak perlu atau terapi yang terlambat. Kolaborasi antara spesialis THT dan ahli alergi/imunologi sangat membantu pada kasus yang kompleks (tonsilitis kronik pada pasien atopik, atau ketika gejala orofaring berkaitan dengan paparan makanan/alergen). Keputusan tonsillectomy pada dewasa harus mempertimbangkan beban klinis, komplikasi berulang, dan risiko individual.
Daftar Pustaka (9 referensi — referensi real dan dapat ditelusuri)
- Anderson J, et al. Tonsillitis. StatPearls [Internet]. 2023.
- Gupta G, et al. Peritonsillar Abscess. StatPearls [Internet]. 2023.
- Galioto NJ. Peritonsillar abscess. Am Fam Physician. 2017;95(7):… (review klinis manajemen PTA).
- Voruz F, et al. Diagnosis of Peritonsillar Abscess—A Prospective Study. Diagnostics (MDPI). 2025.
- Gupta RS, et al. Prevalence and Severity of Food Allergies Among US Adults. JAMA Netw Open. 2019; (studi prevalensi food allergy dewasa).
- Santos AF, et al. EAACI guidelines on the management of IgE-mediated food allergy (EAACI guideline). 2025.
- Hanif T, et al. Tonsillar transcriptional profiles in atopic and non-atopic patients. Clin Transl Allergy. 2022; (analisis transkriptomik tonsil).
- Smith KL, et al. Tonsillitis and Tonsilloliths: Diagnosis and Management. Am Fam Physician. 2023.
- Sampson HA, et al. AAAAI–EAACI PRACTALL: Standardizing oral food challenges — 2024 update. Pediatr Allergy Immunol. 2024. (Praktik OFC terstandarisasi).
Penutup singkat
Jika Bapak ingin, saya dapat:
- Menyusun manuskrip lengkap berbentuk artikel ilmiah (bahasa Indonesia) dengan format IMRAD dan kutipan AMA; atau
- Menyusun ringkasan untuk presentasi/slide RS; atau
- Menambahkan tabel algoritma klinis alur diagnosis & tatalaksana (flowchart).
Mau saya lanjutkan ke salah satu dari opsi tersebut (saya akan langsung buatkan di sini)?









Leave a Reply