“Peran Alergi Makanan Tersembunyi dalam Rhinitis Alergi Kronik dan Flu Berulang pada Anak: Sebuah Tinjauan Imunologi dan Klinis”
Abstrak:
Rhinitis alergi yang menetap dan flu berulang pada anak sering dianggap sebagai masalah infeksi atau paparan alergen pernapasan semata. Namun, studi terbaru menunjukkan bahwa alergi makanan tersembunyi, terutama yang mempengaruhi saluran pencernaan, dapat menyebabkan gangguan kekebalan tubuh yang berujung pada rhinitis alergi dan flu kronik. Artikel ini membahas keterkaitan antara alergi makanan non-IgE (terutama gastrointestinal), penurunan kekebalan tubuh, serta rhinitis alergi yang menetap dan tidak responsif terhadap terapi konvensional. Penekanan diberikan pada pentingnya evaluasi menyeluruh melalui pendekatan oral food challenge untuk diagnosis dan penanganan yang tepat.
Pendahuluan:
Rhinitis alergi pada anak merupakan salah satu keluhan tersering dalam praktik klinis dan sering kali dikaitkan dengan alergen hirupan seperti debu rumah, serbuk sari, atau bulu hewan. Namun, tidak semua kasus menunjukkan respons baik terhadap terapi standar antihistamin, steroid, atau penghindaran debu. Dalam kasus seperti ini, perlu dicurigai adanya pencetus yang lebih dalam, salah satunya adalah alergi makanan yang tersembunyi.
Alergi makanan tidak selalu memunculkan gejala khas seperti ruam atau muntah. Banyak anak yang mengalami gejala nonspesifik seperti mual, sembelit, nyeri perut, bibir kering, bau mulut, bahkan gangguan tidur. Gejala ini sering tidak disadari sebagai bentuk reaksi alergi yang bersifat imunologis dan berperan dalam melemahkan kekebalan tubuh, sehingga anak menjadi rentan mengalami flu, pilek, dan bersin berulang.
Penelitian seperti oleh Cingi et al. (2010) telah menunjukkan bahwa alergi makanan dapat menyebabkan rhinitis alergi melalui mekanisme IgE maupun non-IgE. Hal ini menjelaskan mengapa rhinitis alergi akibat alergi makanan sering disertai gejala sistemik lain dan tidak membaik hanya dengan pengobatan lokal.
Studi Kasus
Seorang anak usia 7 tahun mengalami bersin dan pilek setiap hari terutama di pagi hari, meskipun telah menjalani berbagai pengobatan oleh dokter spesialis anak dan THT, termasuk penggunaan semprotan hidung, ciprofloxacin hidung, serta konsumsi rutin vitamin D, probiotik, dan multivitamin. Rumah sudah dibersihkan dari debu secara menyeluruh, namun keluhan tetap berlanjut. Gejala lain yang menyertai termasuk mual, GERD, sembelit, nyeri perut, bibir kering, dan bau mulut, yang ternyata berkaitan dengan alergi makanan yang berdampak pada penurunan kekebalan tubuh dan menyebabkan flu berulang, pembesaran adenoid, amandel, serta sinusitis. Operasi sempat direncanakan, namun orang tua ragu dan akhirnya mencoba eliminasi makanan penyebab alergi melalui metode oral food challenge. Hasilnya sangat membaik, tanpa operasi; dalam beberapa bulan semua keluhan berangsur hilang secara alami, dan anak kembali sehat, aktif, serta tidak lagi tergantung obat harian.
Analisa dan Diskusi Kasus
Kasus anak usia 7 tahun dengan keluhan bersin dan pilek setiap hari terutama pagi hari, disertai mual, nyeri perut, sembelit, dan bau mulut merupakan gambaran klinis yang kompleks dan sering kali membingungkan dalam praktik klinis. Upaya terapi konvensional seperti pengobatan semprot hidung, antibiotik lokal, vitamin, probiotik, dan pembersihan lingkungan sudah dijalankan namun tidak memberikan hasil memuaskan. Hal ini menunjukkan bahwa masalah bukan terletak semata pada paparan alergen hirupan atau infeksi virus biasa, melainkan bisa berasal dari gangguan imunologis sistemik yang lebih dalam. Dalam hal ini, muncul dugaan kuat bahwa akar masalahnya adalah alergi makanan, khususnya yang melibatkan saluran pencernaan (non-IgE mediated food allergy).
Alergi makanan yang menyerang sistem pencernaan dapat menyebabkan peradangan kronis mukosa usus, menurunkan fungsi sistem imun, dan mencetuskan gejala sistemik seperti flu berulang, rhinitis alergi, pembesaran adenoid, dan sinusitis. Pada anak ini, gangguan saluran cerna seperti GERD, sembelit, dan nyeri perut memperkuat bukti bahwa sistem pencernaan menjadi sumber peradangan kronis. Mekanisme ini sesuai dengan literatur ilmiah yang menjelaskan bagaimana sistem imun usus sangat erat kaitannya dengan imunitas saluran napas atas. Reaksi imun yang terus-menerus aktif karena paparan makanan alergen memicu kelelahan sistem kekebalan tubuh sehingga anak lebih mudah terserang infeksi dan alergi saluran napas.
Penerapan metode oral food challenge, yaitu menghindari makanan pencetus dan kemudian memantau respon tubuh anak, terbukti memberikan hasil signifikan dalam kasus ini. Tanpa intervensi operasi yang awalnya direncanakan untuk mengangkat adenoid dan amandel, semua gejala mulai membaik hanya dengan mengatur pola makan dan menghindari alergen makanan. Kasus ini menegaskan pentingnya mempertimbangkan alergi makanan sebagai penyebab dasar rhinitis kronik dan gangguan THT berulang, khususnya pada kasus yang tidak membaik dengan terapi standar. Penanganan berbasis pendekatan eliminasi makanan bukan hanya efektif, tetapi juga aman dan mencegah tindakan medis invasif yang tidak perlu.
Rhinitis Alergi dan Infeksi Flu Berulang:
Rhinitis alergi ditandai dengan gejala seperti bersin berulang, hidung tersumbat, gatal, dan produksi lendir yang berlebihan. Pada anak-anak, kondisi ini bisa berlangsung kronis dan mengganggu kualitas hidup serta tumbuh kembang. Bila disertai flu yang berulang setiap minggu atau bulan, maka dokter cenderung menyangka ini akibat infeksi virus atau masalah lingkungan, padahal bisa jadi ini adalah reaksi alergi sistemik yang tidak terkendali.
Flu yang berulang atau common cold kronis juga bisa disebabkan oleh gangguan mukosa hidung akibat peradangan alergi yang persisten. Ini menyebabkan mukosa tidak efektif dalam menyaring patogen, sehingga virus dan bakteri lebih mudah menginfeksi. Obat-obatan flu konvensional pun sering tidak efektif jika akar masalahnya adalah gangguan imun akibat alergi makanan.
Studi dari berbagai negara menunjukkan bahwa banyak anak dengan rhinitis alergi kronik yang mengalami peningkatan episode infeksi telinga, sinusitis, dan adenoiditis. Ini menunjukkan bahwa rhinitis alergi yang tidak dikendalikan dapat memperbesar risiko komplikasi struktural dan infeksi sekunder.
Alergi Makanan, Kekebalan Tubuh Menurun, dan Flu Berulang:
Alergi makanan dapat memicu peradangan kronik dalam saluran cerna, yang mengganggu fungsi imun sistemik. Mukosa usus adalah bagian besar dari sistem imun tubuh. Bila terus-menerus terpapar makanan yang menyebabkan reaksi alergi, maka akan terjadi “kebocoran imun” yang memicu aktivasi sistem imun secara tidak efisien.
Akibatnya, tubuh menjadi rentan terhadap infeksi virus ringan sekalipun. Anak-anak yang mengalami mual, sembelit, nyeri perut, serta gejala lain dari alergi makanan, cenderung menunjukkan imunitas yang melemah, ditandai dengan infeksi saluran pernapasan atas yang sering kambuh, meski telah diberi berbagai vitamin, probiotik, maupun imunomodulator.
Selain itu, gejala tambahan seperti bibir pecah-pecah, bau mulut, dan gangguan tidur dapat menjadi tanda bahwa tubuh anak mengalami peradangan sistemik kronis akibat alergi makanan. Ini bukan sekadar gangguan pencernaan, tapi masalah sistem imun.
Ketika alergi makanan tidak dikenali, terapi menjadi tidak tepat sasaran. Dokter sering kali berfokus pada pengobatan simtomatik seperti semprotan hidung, antibiotik, atau vitamin, sementara akar penyebabnya tidak ditangani. Kondisi ini bisa berlangsung tahunan.
Pentingnya pemahaman bahwa alergi makanan tidak hanya menyerang saluran cerna, tapi juga sistem imun secara luas, menjadi dasar untuk mempertimbangkan pendekatan eliminasi makanan sebagai terapi utama pada anak dengan flu dan pilek kronis.
Tanda dan Komplikasi Rhinitis Alergi dan Flu Berulang:
Gejala rhinitis alergi dan flu berulang bisa sangat mirip: bersin, pilek, hidung tersumbat, dan kadang disertai mimisan. Namun bila terjadi terus-menerus, pagi hari terutama, dan tidak responsif terhadap pengobatan biasa, maka perlu dicurigai adanya faktor pemicu sistemik seperti alergi makanan.
Komplikasi yang bisa muncul dari rhinitis alergi kronis adalah sinusitis, pembesaran adenoid, infeksi telinga tengah (otitis media), dan bahkan adenoid face, yaitu perubahan bentuk wajah akibat bernapas terus-menerus lewat mulut. Ini sering terlihat pada anak-anak dengan rhinitis berat yang berlangsung lama.
Selain itu, rhinitis alergi kronik juga bisa mengganggu kualitas tidur, fokus belajar, dan prestasi sekolah. Anak tampak lelah, tidak segar, sering rewel, dan bisa disalahartikan sebagai gangguan perilaku padahal akarnya adalah peradangan alergi yang terus menerus.
Tabel tanda dan gejala rhinitis berulang serta komplikasi yang sering menyertainya:
| Kategori | Tanda dan Gejala Utama | Komplikasi yang Sering Terjadi |
|---|---|---|
| Gejala Hidung | – Bersin berulang, terutama pagi hari | – Sinusitis kronis |
| – Pilek encer atau kental | – Pembesaran adenoid dan amandel | |
| – Hidung tersumbat terus-menerus | – Infeksi telinga tengah (otitis media) | |
| – Hidung gatal atau terasa tidak nyaman | – Adenoid face (wajah khas anak bernapas lewat mulut) | |
| – Mimisan berulang (epistaksis) ringan | – Gangguan pertumbuhan rahang dan gigi | |
| Gejala Sistemik | – Mudah lelah, tampak lesu | – Gangguan tidur dan prestasi belajar menurun |
| – Sering terbangun malam karena hidung tersumbat | – Sleep apnea pada anak (dari adenoid/amandel besar) | |
| – Nafas dari mulut (mouth breathing) | – Kesalahan diagnosis sebagai infeksi kronik atau gangguan perilaku | |
| Gejala Tambahan Lain | – Mata gatal, berair | – Perlu operasi jika tidak ditangani secara dini (adenoidectomy, dll.) |
| – Bau mulut (halitosis) | – Ketergantungan jangka panjang pada obat semprot |
Tabel ini menunjukkan bagaimana rhinitis berulang yang tampak ringan sebenarnya bisa berdampak serius jika tidak ditangani dari akar masalahnya, seperti alergi makanan tersembunyi.
Penanganan: Fokus pada Eliminasi Alergi Makanan:
Diagnosis alergi makanan yang memengaruhi rhinitis alergi tidak cukup dengan tes alergi laboratorium seperti IgE darah atau skin prick test. Banyak kasus rhinitis dan gangguan cerna dipicu oleh alergi non-IgE, yang hanya bisa terdeteksi melalui observasi klinis dan uji eliminasi makanan dengan metode oral food challenge.
Oral food challenge dilakukan dengan cara menghindari makanan tertentu selama 2–4 minggu, kemudian secara bertahap mengkonsumsinya kembali sambil memantau gejala. Pendekatan ini terbukti lebih sensitif dan akurat pada kasus alergi tersembunyi, termasuk pada anak dengan gejala kronik berulang.
Terapi utama pada kasus ini adalah eliminasi makanan pencetus, bukan obat flu atau rhinitis biasa. Ketika makanan penyebab dihindari, gejala bersin, pilek, nyeri perut, dan flu bisa menghilang tanpa perlu obat harian. Pendekatan ini juga meningkatkan kualitas hidup anak dan mengurangi kebutuhan terapi jangka panjang.
Kesimpulan:
Rhinitis alergi dan flu berulang pada anak tidak selalu disebabkan oleh alergen udara atau infeksi semata. Alergi makanan, khususnya yang menyerang saluran cerna, dapat menjadi penyebab utama yang selama ini tersembunyi dan sering terabaikan. Penurunan kekebalan akibat reaksi imun kronis menjadikan anak lebih rentan terhadap infeksi virus berulang. Penanganan yang tepat bukan dengan penambahan obat, tetapi dengan evaluasi mendalam menggunakan oral food challenge untuk mengidentifikasi dan menghindari makanan pencetus. Dengan demikian, sistem imun anak bisa pulih, dan gejala rhinitis serta infeksi dapat berkurang secara signifikan.
Referensi
- Cingi C, Demirbas D, Songu M. Allergic rhinitis caused by food allergies. Eur Arch Otorhinolaryngol. 2010 Sep;267(9):1327-35. doi: 10.1007/s00405-010-1280-5. Epub 2010 May 20. PMID: 20490817.
- Al-Rabia MW. Food-induced immunoglobulin E-mediated allergic rhinitis. J Microsc Ultrastruct. 2016 Apr-Jun;4(2):69-75. doi: 10.1016/j.jmau.2015.11.004. Epub 2015 Dec 14. PMID: 30023212; PMCID: PMC6014210.
- Al-Abri R, Al-Amri AS, Al-Dhahli Z, Varghese AM. Allergic Rhinitis in Relation to Food Allergies: Pointers to future research. Sultan Qaboos Univ Med J. 2018 Feb;18(1):e30-e33. doi: 10.18295/squmj.2018.18.01.005. Epub 2018 Apr 4. PMID: 29666678; PMCID: PMC5892810.
- Pang KA, Pang KP, Pang EB, Tan YN, Chan YH, Siow JK. Food allergy and allergic rhinitis in 435 asian patients – A descriptive review. Med J Malaysia. 2017 Aug;72(4):215-220. PMID: 28889132.













Leave a Reply