
Kelainan Refraksi Mata: Aspek Patofisiologi, Diagnosis, dan Penatalaksanaan
Abstrak
Kelainan refraksi mata merupakan gangguan penglihatan yang paling sering dijumpai di seluruh dunia dan menjadi penyebab utama penurunan ketajaman visual yang dapat dikoreksi. Kondisi ini terjadi akibat ketidakseimbangan antara daya bias media refraksi mata dan panjang aksial bola mata, sehingga bayangan benda tidak difokuskan tepat di retina. Jenis kelainan refraksi meliputi miopia (rabun jauh), hipermetropia (rabun dekat), astigmatisme, dan presbiopia. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO, 2023), sekitar 153 juta orang di dunia mengalami gangguan penglihatan akibat kesalahan refraksi yang tidak dikoreksi. Artikel ini membahas epidemiologi, patofisiologi, gejala klinis, metode diagnosis, dan strategi koreksi modern seperti kacamata, lensa kontak, serta intervensi bedah refraktif.
Refraksi adalah proses pembiasan cahaya saat melewati media transparan mata seperti kornea dan lensa kristalina agar difokuskan ke retina untuk menghasilkan penglihatan yang jelas. Ketika proses ini terganggu akibat perubahan bentuk bola mata, kelengkungan kornea, atau daya akomodasi lensa yang berkurang, maka timbul kelainan refraksi.
Di Indonesia, hasil Riskesdas 2022 menunjukkan bahwa sekitar 21% penduduk berusia di atas 15 tahun mengalami gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi, dan prevalensinya meningkat signifikan pada anak usia sekolah akibat aktivitas visual dekat yang berlebihan, seperti penggunaan gawai. Selain menyebabkan gangguan fungsional, kelainan refraksi yang tidak terkoreksi berdampak pada penurunan prestasi akademik, produktivitas kerja, hingga risiko kecelakaan.
Pemahaman mendalam tentang jenis kelainan refraksi, faktor risiko, dan metode koreksi sangat penting bagi dokter umum, dokter mata, dan tenaga kesehatan masyarakat dalam program skrining dan pencegahan kebutaan yang dapat dicegah.
Tinjauan Pustaka
- Miopia (Myopia): disebabkan oleh bola mata yang terlalu panjang atau daya bias kornea terlalu besar, sehingga cahaya difokuskan di depan retina.
- Hipermetropia (Hypermetropia): bola mata terlalu pendek atau daya bias kornea terlalu lemah, menyebabkan cahaya difokuskan di belakang retina.
- Astigmatisme: disebabkan oleh kelengkungan kornea atau lensa yang tidak seragam, sehingga cahaya difokuskan di lebih dari satu titik.
- Presbiopia: kelainan akomodasi fisiologis akibat penuaan, menyebabkan kesulitan melihat benda dekat.
Menurut American Academy of Ophthalmology (2023), faktor genetik dan lingkungan berperan penting dalam perkembangan miopia, sedangkan faktor usia dan elastisitas lensa dominan pada presbiopia.
Patofisiologi
- Proses refraksi normal bergantung pada empat komponen utama: kornea, aqueous humor, lensa kristalina, dan vitreous humor. Kornea berkontribusi terhadap sekitar 70% daya bias total mata. Ketidakseimbangan antara panjang aksial bola mata dan daya bias media refraksi menyebabkan cahaya tidak terfokus tepat di retina.
- Perubahan fisiologis seperti elongasi bola mata pada miopia atau penurunan elastisitas lensa pada presbiopia menyebabkan distorsi bayangan visual. Secara molekuler, studi Zhao et al., 2022 menemukan bahwa perubahan ekspresi gen TGF-β dan MMP2 berperan dalam remodeling sklera pada kasus miopia progresif.
Gambaran Klinis dan Diagnosis
Gejala Umum
- Penglihatan kabur pada jarak tertentu
- Sakit kepala atau mata lelah (asthenopia)
- Sering menyipitkan mata saat melihat jauh
- Penglihatan ganda atau silau pada astigmatisme
Pemeriksaan Diagnostik
- Uji ketajaman visual (Snellen chart)
- Refraktometri otomatis dan subjektif
- Retinoskopi
- Topografi kornea (pada astigmatisme atau evaluasi pra-LASIK)
- Akomodasi tes (pada presbiopia)
Tabel Jenis Kelainan Refraksi dan Karakteristik Klinis
| Jenis Kelainan | Mekanisme Patofisiologis | Gejala Utama | Koreksi Umum | Prognosis |
|---|---|---|---|---|
| Miopia (Rabun Jauh) | Fokus cahaya di depan retina akibat bola mata memanjang | Tidak jelas melihat jauh, sering menyipitkan mata | Lensa negatif (-) atau LASIK | Baik bila dikoreksi dini |
| Hipermetropia (Rabun Dekat) | Fokus cahaya di belakang retina akibat bola mata pendek | Sulit melihat dekat, mata cepat lelah | Lensa positif (+) | Baik dengan koreksi rutin |
| Astigmatisme | Permukaan kornea/lensa tidak sferis → dua fokus cahaya | Pandangan buram semua jarak | Lensa silindris / torik | Baik |
| Presbiopia | Penurunan elastisitas lensa karena penuaan | Sulit fokus dekat, membaca dengan jarak jauh | Lensa bifokal / progresif | Stabil dengan koreksi |
Tabel Faktor Risiko Kelainan Refraksi dan Strategi Pencegahan
| Faktor Risiko | Penjelasan | Strategi Pencegahan |
|---|---|---|
| Genetik | Riwayat keluarga dengan miopia atau astigmatisme | Skrining dini pada anak-anak |
| Aktivitas visual dekat | Membaca / penggunaan gawai berlebihan | Istirahat mata setiap 20 menit (aturan 20-20-20) |
| Pencahayaan buruk | Bekerja / belajar di ruangan gelap | Gunakan pencahayaan alami atau lampu cukup terang |
| Kurang paparan cahaya alami | Anak yang jarang beraktivitas di luar ruangan | Aktivitas luar minimal 2 jam/hari |
| Usia lanjut | Penurunan elastisitas lensa (presbiopia) | Pemeriksaan mata rutin setelah usia 40 tahun |
| Penyakit sistemik | Diabetes, hipertensi memengaruhi refraksi | Kontrol penyakit kronis secara teratur |
Penatalaksanaan
- Koreksi Optik:
Penggunaan kacamata atau lensa kontak sesuai hasil refraksi. - Koreksi Bedah (Refractive Surgery):
Meliputi LASIK (Laser-Assisted in Situ Keratomileusis), PRK (Photorefractive Keratectomy), atau LASEK, tergantung indikasi dan ketebalan kornea. - Koreksi Farmakologis (Miopia progresif):
Penggunaan tetes mata atropin dosis rendah (0,01%) terbukti memperlambat progresi miopia hingga 50% (Chia et al., 2021). - Manajemen Non-Farmakologis:
- Edukasi visual hygiene
- Latihan penglihatan (orthoptic training)
- Peningkatan waktu di luar ruangan
Kesimpulan
Kelainan refraksi mata merupakan gangguan visual paling umum dan penyebab utama penglihatan kabur yang dapat dikoreksi. Faktor genetik, lingkungan, dan perilaku visual modern berperan besar dalam meningkatnya prevalensi terutama pada populasi anak dan remaja. Diagnosis yang akurat melalui pemeriksaan refraksi dan koreksi yang tepat mampu meningkatkan kualitas hidup, produktivitas, dan mencegah komplikasi seperti ambliopia pada anak atau kelelahan visual kronik pada dewasa.
Upaya pencegahan melalui edukasi masyarakat, promosi kesehatan mata, dan pemeriksaan rutin menjadi kunci untuk mengendalikan epidemi kelainan refraksi secara global.
Saran
- Pemeriksaan mata rutin setiap 1–2 tahun, terutama bagi anak sekolah dan usia di atas 40 tahun.
- Pembatasan waktu penggunaan gawai dan penerapan aturan 20-20-20 (setiap 20 menit melihat jauh 20 kaki selama 20 detik).
- Promosi kegiatan luar ruangan pada anak-anak untuk mencegah miopia progresif.
- Pemilihan koreksi optik sesuai hasil pemeriksaan profesional, bukan berdasarkan perkiraan atau pembelian daring tanpa resep.
- Pelatihan tenaga kesehatan primer untuk deteksi dini dan rujukan tepat waktu ke dokter spesialis mata.












Leave a Reply