DOKTER AIRLANGGA

SMART PEOPLE, SMART HEALTH

Gangguan Makan pada Remaja (Anorexia Nervosa, Bulimia Nervosa, dan Binge-Eating Disorder): Tinjauan Klinis, Epidemiologi, dan Strategi Penanganan

Gangguan Makan pada Remaja (Anorexia Nervosa, Bulimia Nervosa, dan Binge-Eating Disorder): Tinjauan Klinis, Epidemiologi, dan Strategi Penanganan

Yudhasmara Audi, Judarwanto Widodo

Abstrak

Gangguan makan—termasuk anorexia nervosa (AN), bulimia nervosa (BN), dan binge-eating disorder (BED)—merupakan kondisi psikiatri serius yang sering bermula pada masa remaja dan berdampak besar pada kesehatan fisik, perkembangan psikososial, dan mortalitas. Artikel ini mengulas bukti terkini mengenai epidemiologi, definisi diagnostik, faktor penyebab multifaktorial, manifestasi klinis, dan strategi pengelolaan berbasis bukti pada populasi remaja. Intervensi dini yang menggabungkan terapi keluarga, terapi kognitif-perilaku (CBT), penanganan medis, dan dukungan nutrisi terbukti efektif. Pencegahan menekankan promosi citra tubuh sehat, literasi media, serta program sekolah dan keluarga yang mendeteksi dini risiko. Kesimpulannya, pendekatan multidisiplin, keterlibatan keluarga, dan akses layanan komprehensif merupakan kunci untuk mengurangi dampak jangka panjang gangguan makan pada remaja.

Kata kunci: anorexia nervosa, bulimia nervosa, binge-eating disorder, remaja, terapi keluarga, CBT, epidemiologi

1. Pendahuluan

Masa remaja merupakan periode rentan untuk munculnya gangguan makan karena kombinasi perubahan biologis (pubertas), peningkatan perhatian pada penampilan, pembentukan identitas, serta paparan pesan media mengenai ideal tubuh. Gangguan makan tidak hanya soal perilaku makan yang keliru tetapi juga terkait dengan distorsi citra tubuh, kontrol emosi yang terganggu, serta gangguan fungsi keluarga atau sosial. Remaja yang mengalami gangguan makan berisiko mengalami komplikasi medis berat (kardiovaskular, endokrin, gizi), penurunan perkembangan kognitif dan sosial, dan pada kasus anorexia nervosa terdapat mortalitas yang relatif tinggi di antara gangguan psikiatri.

Perluasan akses internet dan media sosial di era modern mempercepat penyebaran citra tubuh ideal dan diet ekstrem, yang memperburuk perkembangan gangguan makan pada remaja. Intervensi yang cepat dan berbasis bukti, terutama yang melibatkan keluarga, dapat memulihkan fungsi dan mencegah kronisitas. Oleh karena itu, pemahaman menyeluruh mengenai epidemiologi, etiologi, manifestasi klinis, serta strategi pengobatan dan pencegahan sangat penting bagi tenaga kesehatan, sekolah, dan keluarga.

2. Epidemiologi 

Prevalensi gangguan makan bervariasi menurut metode survei, definisi diagnostik, dan populasi studi. Studi populasi menunjukkan bahwa lifetime prevalence untuk anorexia nervosa pada remaja berkisar sekitar 0.3–1%, untuk bulimia nervosa antara 0.5–2%, dan untuk binge-eating disorder dapat mencapai 1–3% atau lebih, dengan variasi menurut jenis kelamin dan wilayah. Data dari beberapa survei menunjukkan bahwa gejala gangguan makan subklinis (diet ekstrem, purging, bingeing) jauh lebih umum — mencapai hingga 10–20% remaja, terutama pada perempuan remaja.

Tren waktu menunjukkan peningkatan perhatian pada gangguan makan sejak akhir abad ke-20, dan beberapa studi melaporkan kenaikan kasus subklinis seiring dengan pengaruh media sosial dan tekanan sosial. Namun, banyak kasus pada remaja tetap tidak terdiagnosis karena stigma, minimnya literasi klinis di lingkungan sekolah, serta akses layanan yang terbatas. Kematian terkait gangguan makan (terutama AN) lebih tinggi dibanding mayoritas gangguan mental lain, sehingga aspek deteksi dini dan rujukan cepat sangat krusial.

3. Definisi Klinis 

Anorexia Nervosa (AN) pada remaja ditandai oleh pembatasan asupan energi yang menyebabkan berat badan yang secara signifikan lebih rendah dari yang diharapkan untuk usia, tinggi badan, dan fase perkembangan; ketakutan intens terhadap peningkatan berat badan atau perilaku yang mengganggu kenaikan berat badan; serta gangguan persepsi terhadap bentuk/ukuran tubuh atau penilaian diri yang berlebihan terkait berat badan. Pada remaja, kriteria berat badan sering diperhatikan terhadap persentil pertumbuhan (mis. <10th percentile) atau indikator lain yang sesuai perkembangan.

Bulimia Nervosa (BN) ditandai episode berulang binge-eating (mengonsumsi jumlah makanan yang besar dalam periode yang terdefinisi dengan perasaan kehilangan kontrol) diikuti oleh perilaku kompensasi yang tidak sehat untuk mencegah kenaikan berat badan, seperti muntah yang diprovokasi, penggunaan laksatif atau diuretik, puasa, atau olahraga berlebihan. Untuk diagnosis, pola ini harus terjadi rata-rata minimal sekali seminggu selama tiga bulan (kriteria DSM-5).

Binge-Eating Disorder (BED) melibatkan episode berulang binge-eating tanpa perilaku kompensasi khas BN. Episode disertai rasa malu, jijik, atau distress, serta seringkali mengarah pada obesitas dan komplikasi metabolik. Pada remaja, BED sering tersembunyi karena stigma dan kebingungan antara overeating karena stres dan pola patologis—oleh karena itu penilaian klinis yang teliti diperlukan.

4. Penyebab 

Etiologi gangguan makan pada remaja bersifat multifaktorial, melibatkan interaksi genetik, neurobiologis, psikologis, keluarga, dan sosiokultural. Faktor genetik memberikan kerentanan — studi keluarga dan kembar menunjukkan estimasi hereditabilitas sedang sampai tinggi untuk AN dan BN. Neurobiologis melibatkan disregulasi sistem reward, neurotransmiter (serotonin, dopamine), serta mekanisme kontrol impuls dan regulasi emosi.

Faktor psikologis meliputi kepribadian (perfeksionisme, harm avoidance), rendahnya harga diri, kecenderungan “thin ideal internalization”, serta gangguan regulasi emosi. Remaja yang mengalami trauma, bully, atau pengalaman interpersonal negatif lebih rentan mengembangkan perilaku makan patologis sebagai mekanisme pengendalian atau pelarian dari distress emosional.

Faktor keluarga dan sosiokultural memperkuat risiko: pola asuh yang terlalu menekankan penampilan atau kontrol, keluarga dengan konflik makan/berat badan, serta paparan terhadap media sosial yang mempromosikan diet ekstrem atau fitspiration. Di era modern, konten online yang mendorong diet ketat, pro-ana (pro-anorexia), atau glamorisasi bingeing memberikan tekanan tambahan pada remaja yang sedang pembentukan identitas tubuh.

5. Tabel: Tanda dan Gejala Utama Gangguan Makan 

NoTanda / Gejala utamaIndikator klinis
1Penurunan berat badan signifikan / ketakutan menaikkan beratBerat badan <expected / mengontrol makan ekstrem
2Perilaku binge eatingKonsumsi besar + kehilangan kontrol
3Perilaku kompensasi (muntah, laksatif, puasa, olahraga berlebih)Purging, penggunaan obat, latihan ekstrim
4Distorsi citra tubuhEvaluasi bentuk tubuh berlebihan
5Gangguan makan pada waktu makan sosialMenghindari makan bersama, menyembunyikan kebiasaan makan
6Gejala somatik / medisAmenore, bradikardia, hipotensi, hipokalemia, kerusakan gigi
7Gangguan psikologis komorbidDepresi, kecemasan, OCD, penyalahgunaan zat
8Perubahan perilaku sosialIsolasi, menurunnya prestasi, konflik keluarga
9Perilaku rahasia dan manipulatif terkait makananMenyembunyikan makanan, mengganti porsi, membuang makanan
10Ketidakstabilan emosi dan impulsivitas (BN/BED)Emosional labil, impuls makan di luar kontrol

Tanda-tanda gangguan makan sering dimulai dari perubahan perilaku makan yang halus — pembatasan makanan, keinginan menahan diri, atau obsesi pada “makan sehat” yang berkembang menjadi diet ekstrem. Pada AN, gejala fisik seperti penurunan berat badan yang cepat, intoleransi dingin, kulit kering, dan amenore pada remaja perempuan kerap muncul; perubahan vital sign seperti bradikardia dan hipotensi menandakan derajat keparahan medis yang memerlukan tindakan segera. Pengukuran antropometri terhadap persentil pertumbuhan atau z-score BMI sangat penting untuk remaja karena kriteria absolut BMI dewasa kurang akurat pada fase pertumbuhan.

Pada BN, pola binge diikuti perilaku kompensasi sering disertai fluktuasi berat dan tanda kerusakan medis akibat muntah berulang (erosio gigi, sialadenosis), serta gangguan elektrolit (hipokalemia) akibat purging. BED sering terlihat pada remaja dengan overweight/obesitas yang mengalami episode berlebihan makan yang memicu distress emosional, rasa malu, dan akibat psikososial. Komorbiditas psikopatologi seperti depresi, kecemasan, atau gangguan kontrol impuls (pada BN/BED) meningkatkan kompleksitas penanganan.

Selain aspek fisik, tanda perilaku sosial—menghindari makan bersama, isolasi, penurunan prestasi sekolah, konflik keluarga—sering memberi sinyal awal dan harus disikapi oleh guru dan keluarga. Remaja dapat bersikap sangat rahasia dan manipulatif mengenai makan mereka; oleh karena itu pengamatan pola makan, pemeriksaan medis, serta wawancara sensitif sangat penting untuk deteksi dini.

6. Penanganan 

  • Penanganan gangguan makan pada remaja harus bersifat multidisiplin (tim medis, psikiater anak-remaja, ahli gizi klinik, psikolog, dokter gigi, dan terkadang endokrinolog/kardiolog), dengan prioritas awal pada stabilitas medis dan keamanan. Untuk pasien anorexia nervosa dengan tanda bahaya medis (bradikardi, hipotensi, hipokalemia berat, sinkop), stabilisasi di fasilitas perawatan intensif atau rawat inap mungkin diperlukan. Nutrisi rehabilitasi harus diatur secara hati-hati untuk mencegah refeeding syndrome dan dipandu oleh ahli gizi berpengalaman.
  • Terapi keluarga berbasis bukti seperti Family-Based Treatment (FBT, juga dikenal sebagai Maudsley approach) adalah pilihan utama untuk remaja dengan anorexia nervosa. FBT melibatkan orang tua sebagai agen pemulihan untuk mengawasi asupan makanan dan mengatur rencana makan sampai anak kembali ke pola makan yang sehat; studi RCT menunjukkan FBT unggul dibanding beberapa terapi individual pada remaja. Untuk BN dan BED, CBT-E (Enhanced CBT) dan teknik intervensi perilaku kognitif untuk eating disorders efektif mengurangi episode binge dan perilaku purging serta memperbaiki persepsi tubuh.
  • Farmakoterapi dapat digunakan sebagai tambahan—misalnya SSRI (fluoxetine) memiliki bukti efektifitas pada bulimia nervosa untuk mengurangi episode purging dan mengatasi komorbid depresi/ kecemasan; namun pada anorexia nervosa efek farmakologis untuk menaikkan berat badan terbatas, dan obat harus digunakan dengan pertimbangan risiko medis. Untuk BED, beberapa agen (mis. lisdexamfetamine) telah disetujui dewasa — penggunaannya pada remaja harus sangat hati-hati dan berbasis pada pertimbangan klinis serta regulasi setempat.
  • Terapi nutrisi individual sangat penting: rencana makan yang bertahap, target kalori yang realistis, edukasi keluarga tentang pemulihan gizi, serta pengawasan terhadap perilaku kompensasi. Intervensi psikoterapi komplementer (motivational interviewing, DBT-informed strategies untuk regulasi emosi, terapi interpersonal) sering diperlukan untuk mengatasi motivasi, emosional dysregulation, dan gangguan hubungan interpersonal.
  • Pemantauan jangka panjang dan program follow-up merupakan bagian kunci untuk mencegah kambuh: evaluasi medis rutin (elektrolit, EKG, fungsi tiroid), monitoring pertumbuhan dan perkembangan, dukungan psikosocial, serta koordinasi antara sekolah dan layanan kesehatan. Intervensi berbasis telemedicine dan kelompok dukungan dapat melengkapi perawatan, terutama di area dengan keterbatasan layanan spesialis.

7. Pencegahan 

Pencegahan gangguan makan pada remaja harus bersifat multi-level—melibatkan individu, keluarga, sekolah, dan kebijakan publik. Di tingkat individu, program pendidikan tentang citra tubuh sehat, keterampilan coping, dan literasi nutrisi dapat mengurangi internalisasi “thin ideal” dan perilaku diet ekstrem. Intervensi universal di sekolah (curriculum body image/ media literacy) telah terbukti menurunkan sikap negatif terhadap tubuh dan niat diet berbahaya.

Di tingkat keluarga, parenting programs yang mendorong komunikasi terbuka, pendekatan pengasuhan suportif (bukan kontrol terkait berat badan), dan perhatian terhadap tanda perubahan perilaku makan dapat mendeteksi masalah dini. Orang tua juga harus diedukasi untuk menghindari pembicaraan tentang berat badan yang bersifat menghakimi atau mempromosikan diet anak.

Sekolah perlu mengimplementasikan kebijakan anti-bullying, pelatihan guru untuk mengenali tanda gangguan makan, serta fasilitas konseling yang mudah diakses. Media sosial dan platform digital harus menjadi target pencegahan: program literasi media, aturan usia yang lebih ketat untuk konten pro-eating-disorder, dan kampanye promosi keberagaman tubuh dapat mengurangi eksposur negatif.

Kebijakan kesehatan masyarakat juga memegang peran: akses layanan kesehatan mental remaja yang lebih baik, dukungan keuangan untuk layanan rawat inap bila diperlukan, serta kampanye nasional untuk meningkatkan kesadaran tentang gangguan makan. Pengembangan jalur rujukan cepat antara sekolah, klinik primer, dan layanan spesialis mempermudah deteksi dini dan intervensi tepat waktu.

8. Kesimpulan

Gangguan makan pada remaja (AN, BN, BED) adalah kondisi serius dengan konsekuensi medis dan psikososial yang besar. Deteksi dini, intervensi multidisiplin yang melibatkan keluarga, serta pendekatan terapi berbasis bukti (FBT untuk AN; CBT-E untuk BN/BED) adalah fondasi perawatan. Pencegahan melalui pendidikan tubuh sehat, literasi media, dukungan keluarga, dan kebijakan publik akan mengurangi insiden dan dampak jangka panjang. Akses layanan yang lebih baik dan penelitian lanjutan—termasuk intervensi berbasis digital yang aman—diperlukan untuk menutup kesenjangan layanan bagi remaja.

9. Daftar Pustaka 

  • American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders: DSM-5. 5th ed. Arlington, VA: American Psychiatric Publishing; 2013.
  • Treasure J, Duarte TA, Schmidt U. Eating disorders. Lancet. 2020;395(10227):899–911.
  • Fairburn CG. A transdiagnostic formulation of eating disorder. Behav Res Ther. 2008;46(5): 447–457.
  • Hudson JI, Hiripi E, Pope HG Jr, Kessler RC. The prevalence and correlates of eating disorders in the National Comorbidity Survey Replication. Arch Gen Psychiatry. 2007;64(6): 1–9.
  • Arcelus J, Mitchell AJ, Wales J, Nielsen S. Mortality rates in patients with anorexia nervosa and other eating disorders: a meta-analysis of 36 studies. Int J Eat Disord. 2011;44(7): 93–? (See journal for exact pagination).
  • Lock J, Le Grange D, Agras WS, Moye A, Bryson SW, Jo B. A comparison of short-term outcomes of family-based treatment and individual therapy for adolescent anorexia nervosa: a randomized trial. Arch Gen Psychiatry. 2010;67(10):1025–1032.
  • National Institute for Health and Care Excellence (NICE). Eating disorders: recognition and treatment. NICE guideline [NG69]. 2017.
  • Stice E, Shaw H, Marti CN. A meta-analytic review of eating disorder prevention programs: encouraging findings. Psychol Bull. 2007;133(4): 630–649.
  • Bauer S, Moessner M. Harnessing technology for the prevention and treatment of eating disorders. Eur Eat Disord Rev. 2013;21(5): 380–393.

Kesehatan remaja

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *