Penyalahgunaan Zat & Alkohol dan Self-Harm pada Remaja: Tinjauan Klinis dan Strategi Intervensi
Sandiaz Yudhasmara¹, Widodo Judarwanto¹
¹Departemen Pediatri, RSIA Bunda Jakarta, Indonesia
Abstrak
Penyalahgunaan zat, termasuk alkohol, dan perilaku self-harm serta ideasi bunuh diri pada remaja merupakan masalah kesehatan mental yang signifikan dengan dampak jangka pendek maupun jangka panjang. Kedua kondisi ini sering saling terkait, di mana penggunaan zat dapat meningkatkan risiko perilaku menyakiti diri dan ideasi bunuh diri. Faktor biologis, psikologis, sosial, dan lingkungan berperan kompleks dalam munculnya kedua fenomena ini.
Artikel ini membahas epidemiologi terkini, definisi klinis, faktor risiko, tanda dan gejala, serta pendekatan penanganan dan pencegahan komprehensif. Pemahaman yang tepat sangat penting bagi tenaga kesehatan, keluarga, dan lingkungan sekolah agar dapat melakukan deteksi dini dan intervensi efektif guna mencegah konsekuensi fatal.
Pendahuluan
Masa remaja adalah periode transisi kritis yang ditandai oleh perubahan hormon, perkembangan kognitif, dan tekanan sosial yang tinggi. Remaja rentan terhadap eksperimen dengan zat dan alkohol sebagai bentuk pencarian identitas atau pelarian dari tekanan emosional. Penggunaan zat secara berulang dapat menyebabkan gangguan perilaku, depresi, kecemasan, dan meningkatkan risiko perilaku self-harm.
Self-harm dan ideasi bunuh diri pada remaja kini menjadi isu global yang semakin diperparah oleh penyalahgunaan zat. Banyak remaja yang menyembunyikan gejala psikologis karena takut dihakimi atau stigma sosial. Hubungan erat antara penggunaan zat dan perilaku menyakiti diri menunjukkan perlunya strategi pencegahan yang terintegrasi antara kesehatan mental dan program pengendalian penyalahgunaan zat.
Epidemiologi
Menurut WHO, sekitar 5,5% remaja dunia mengalami gangguan akibat penyalahgunaan alkohol, dan angka ini meningkat pada usia 15–19 tahun. Data dari National Institute on Drug Abuse (NIDA) menunjukkan bahwa lebih dari 25% remaja pernah mencoba alkohol sebelum usia 15 tahun, dan penggunaan awal dikaitkan dengan risiko perilaku agresif, self-harm, dan ideasi bunuh diri.
Di Indonesia, RISKESDAS 2018 melaporkan meningkatnya prevalensi konsumsi alkohol dan zat terlarang pada remaja usia 15–19 tahun. Data klinik pediatri dan psikiatri menunjukkan bahwa remaja yang menggunakan alkohol atau narkoba memiliki risiko lebih tinggi untuk melakukan self-harm atau memiliki pemikiran bunuh diri dibandingkan remaja yang tidak menggunakan zat.
Definisi Klinis
Penyalahgunaan zat dan alkohol didefinisikan sebagai penggunaan zat psikoaktif atau alkohol secara berlebihan atau tidak sesuai aturan yang menimbulkan gangguan fisik, psikologis, atau sosial. Kondisi ini dapat melibatkan ketergantungan fisik maupun psikologis, serta toleransi dan gejala putus zat.
Self-harm (Non-Suicidal Self-Injury / NSSI) adalah tindakan menyakiti diri sendiri secara sengaja tanpa niat langsung mengakhiri hidup. Contohnya termasuk menggores kulit, membakar diri, atau memukul diri sendiri.
Ideasi bunuh diri adalah munculnya pikiran atau keinginan untuk mengakhiri hidup, mulai dari pasif (“lebih baik saya tidak ada”) hingga aktif dengan rencana konkret. Penggunaan zat sering memperburuk ideasi ini melalui pengaruh terhadap impulsivitas dan kontrol emosi.
Penyebab
Penyebab kondisi ini bersifat multifaktorial. Faktor biologis meliputi disregulasi neurotransmitter, riwayat keluarga dengan gangguan mental atau ketergantungan zat, dan gangguan neuropsikiatri.
Faktor psikologis meliputi rendahnya harga diri, trauma masa kecil, depresi, kecemasan, dan maladaptive coping. Penggunaan zat sering muncul sebagai mekanisme pelarian dari emosi negatif dan tekanan sosial.
Faktor sosial dan lingkungan termasuk bullying, konflik keluarga, paparan media sosial, tekanan akademik, peer pressure, dan akses mudah terhadap alkohol atau zat terlarang. Kombinasi faktor ini meningkatkan risiko perilaku self-harm dan ideasi bunuh diri.
Tabel Tanda dan Gejala
| Kategori | Tanda/Gejala | Penjelasan Klinis |
|---|---|---|
| Fisik | Luka gores, memar, bekas sayatan, tanda penggunaan alkohol/narkoba | Luka self-harm biasanya pada lengan, paha; tanda penyalahgunaan zat berupa perubahan pola tidur, penurunan berat badan, atau bau alkohol. |
| Emosional | Mood labil, cemas, depresi, mudah marah | Menunjukkan distress psikologis dan efek toksik zat pada emosi. |
| Kognitif | Ideasi bunuh diri, berpikir negatif, putus asa | Gangguan persepsi diri dan masa depan meningkat dengan kombinasi self-harm dan penyalahgunaan zat. |
| Perilaku | Menarik diri, perubahan kebiasaan, konsumsi zat, perilaku impulsif | Sering menyembunyikan luka, menyendiri, atau terlibat perilaku risiko tinggi. |
Gejala ini biasanya berkembang bertahap. Pada tahap awal, remaja mungkin hanya menunjukkan perubahan perilaku minor dan eksperimen dengan zat. Seiring waktu, tanda fisik dan kognitif mulai muncul, menandakan peningkatan risiko self-harm atau ideasi bunuh diri.
Pemantauan keluarga, guru, dan tenaga kesehatan sangat penting karena intervensi dini dapat mencegah eskalasi perilaku berisiko. Lingkungan yang mendukung dan komunikasi terbuka dapat menurunkan risiko.
Penanganan
- Evaluasi Klinis dan Penilaian Risiko
Meliputi asesmen perilaku self-harm, ideasi bunuh diri, gangguan mood, dan riwayat penyalahgunaan zat. - Intervensi Psikoterapi
Cognitive Behavioral Therapy (CBT), Motivational Interviewing, Dialectical Behavior Therapy (DBT), dan terapi keluarga efektif untuk mengurangi perilaku berisiko. - Farmakoterapi
Antidepresan atau obat anti-kecemasan dapat diberikan pada depresi berat atau gangguan kecemasan, dengan pemantauan ketat. - Rehabilitasi Penyalahgunaan Zat
Program detox, konseling, dan terapi kelompok remaja. - Rencana Keamanan dan Dukungan Sosial
Identifikasi pemicu, strategi coping, kontak darurat, dan pengawasan terhadap benda berbahaya.
Pencegahan
- Pendidikan Kesehatan Mental dan Anti-Narkoba di Sekolah
Literasi emosional dan informasi bahaya zat. - Deteksi Dini oleh Orang Tua dan Guru
Mengidentifikasi tanda awal perubahan perilaku dan penggunaan zat. - Lingkungan Sosial dan Digital Aman
Mengurangi paparan konten self-harm dan cyberbullying, serta akses terhadap alkohol/obat terlarang. - Penguatan Resiliensi Psikologis
Aktivitas positif, dukungan teman sebaya, dan komunikasi keluarga yang terbuka.
Kesimpulan
Penyalahgunaan zat dan alkohol serta self-harm dan ideasi bunuh diri pada remaja saling terkait dan menimbulkan risiko signifikan bagi kesehatan mental dan fisik. Pendekatan multidisipliner yang melibatkan keluarga, sekolah, tenaga kesehatan, dan lingkungan sosial sangat penting untuk deteksi dini, intervensi efektif, dan pencegahan risiko fatal. Edukasi, pengawasan, serta dukungan emosional merupakan kunci keberhasilan penanganan jangka panjang.
Daftar Pustaka
- World Health Organization. Adolescent mental health. WHO; 2021.
- National Institute on Drug Abuse. Monitoring the Future Survey: Adolescent Drug Use Trends. NIDA; 2023.
- Hawton K, Saunders KE, O’Connor RC. Self-harm and suicide in adolescents. Lancet. 2012;379(9834):2373–82.
- Muehlenkamp JJ, Claes L, et al. International prevalence of adolescent non-suicidal self-injury. Child Adolesc Psychiatry Ment Health. 2012.
- Nock MK. Self-injury. Annu Rev Clin Psychol. 2010;6:339–63.
- Brent DA, Mann JJ. Suicide risk and protective factors in adolescents. Am J Psychiatry. 2006.
- Ougrin D, Tranah T, et al. Therapeutic interventions for self-harm in children and adolescents. Cochrane Database Syst Rev. 2015.
- Plener PL et al. Non-suicidal self-injury in adolescents. Dtsch Arztebl Int. 2015.
- RISKESDAS. Laporan Nasional. Kemenkes RI; 2018 & 2023.







Leave a Reply