DOKTER AIRLANGGA

SMART PEOPLE, SMART HEALTH

Gangguan Perilaku dan Delinkuensi pada Remaja: Tinjauan Klinis, Epidemiologi, dan Strategi Intervensi

Gangguan Perilaku dan Delinkuensi pada Remaja: Tinjauan Klinis, Epidemiologi, dan Strategi Intervensi

Penulis, Yudhasmara Sandiaz¹, Widodo Judarwanto²

Abstrak

Gangguan perilaku dan delinkuensi pada remaja merupakan masalah kesehatan masyarakat dan sosial yang signifikan. Kondisi ini mencakup pola perilaku antisosial, agresif, pelanggaran norma, dan tindakan kriminal ringan hingga berat. Penelitian ini mengkaji epidemiologi, definisi klinis, faktor penyebab, tanda dan gejala, serta strategi penanganan dan pencegahan delinkuensi remaja di konteks klinis dan sosial. Metode yang digunakan adalah tinjauan literatur (narratif) dari sumber internasional dan lokal terkini. Hasil menunjukkan bahwa delinkuensi pada remaja terkait dengan faktor individual, keluarga, dan lingkungan sosial, serta sering disertai gangguan klinis seperti conduct disorder. Penanganan terbaik memerlukan pendekatan multi-disipliner: terapi psikososial, program keluarga, intervensi sekolah, rehabilitasi sosial, dan kebijakan pencegahan. Pencegahan efektif melibatkan edukasi remaja, penguatan fungsi keluarga, kebijakan sosial, dan program komunitas. Kesimpulannya, strategi komprehensif multi-sektoral sangat dibutuhkan untuk mengurangi risiko delinkuensi remaja dan mendukung perkembangan remaja yang sehat.

Pendahuluan

Masa remaja adalah periode perkembangan yang sangat dinamis dan penuh tantangan, ditandai oleh perubahan fisik, kognitif, emosional, dan sosial. Transisi dari masa anak-anak ke dewasa ditandai dengan eksplorasi identitas, kebutuhan otonomi, dan tekanan dari teman sebaya. Dalam konteks ini, sebagian remaja dapat mengembangkan perilaku menyimpang, yang mencakup agresivitas, pelanggaran aturan, dan tindakan kriminal ringan — yang secara kolektif dikenal sebagai delinkuensi remaja.

Delinkuensi remaja bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga isu kesehatan mental dan sosial. Remaja dengan perilaku delinkuen sering menghadapi stigma, gangguan fungsi sosial, dan risiko komorbiditas psikiatrik seperti gangguan perilaku (conduct disorder). Oleh karena itu, pemahaman klinis dan epidemiologis terhadap gangguan delinkuensi sangat penting untuk merancang intervensi yang efektif dan preventif di tingkat individu, keluarga, dan komunitas.

Epidemiologi

  • Prevalensi Delinkuensi Remaja di Indonesia
    Di Indonesia, kenakalan remaja (juvenile delinquency) masih menjadi isu signifikan. Profil kenakalan remaja di antara pelajar menunjukkan adanya perilaku menyimpang seperti bolos sekolah, berbohong, merokok, hingga perilaku kriminal ringan.
    Menurut laporan jurnal legalitas, beberapa tindakan delinkuensi remaja termasuk pencurian, intimidasi, perusakan properti, dan pelanggaran norma sosial.
  • Tipe Delinkuensi dan Distribusi Sosial
    Penelitian kriminologi menunjukkan bahwa delinkuensi remaja tidak homogen; terdapat berbagai tipe berdasarkan latar belakang psikologis dan sosial. Misalnya, dalam kajian Sultra Law Review, dijelaskan kategori delinkuensi terisolasi, neurotik, dan psikopatik.
    Remaja dengan kecenderungan delinkuen terisolasi sering berasal dari lingkungan kurang pengawasan, tanpa konflik batin mendalam, dan mungkin berhenti delinkuensi seiring pendewasaan.
  • Faktor Sosial-Ekologis sebagai Determinan Risiko
    Studi kontemporer di Indonesia menerapkan kerangka ekologi untuk menjelaskan perilaku berisiko pada remaja, termasuk delinkuensi. Faktor-faktor seperti kelekatan orang tua, penggunaan media sosial, kecerdasan emosional, dan interaksi teman sebaya berkontribusi signifikan terhadap perilaku menyimpang.
    Selain itu, analisis kriminal dan sosial menunjukkan bahwa faktor keluarga (misalnya pengawasan rendah), tekanan kelompok sebaya, dan norma subkultur kriminal lokal menjadi pemicu perilaku delinkuen.

Definisi Klinis

  1. Gangguan Perilaku (Conduct Disorder)
    Secara diagnostik, salah satu manifestasi klinis dari delinkuensi remaja adalah Conduct Disorder (CD). CD ditandai oleh pola perilaku yang konsisten melanggar hak orang lain atau norma sosial yang sesuai usia, seperti agresi terhadap orang atau hewan, perusakan properti, penipuan atau pencurian, dan pelanggaran aturan serius. CD sering menjadi landasan klinis delinkuensi remaja.
  2. Gangguan Perilaku Non-klinis dan Kenakalan Sosial
    Tidak semua perilaku delinkuen pada remaja memenuhi kriteria gangguan psikiatrik. Beberapa remaja menunjukkan kenakalan sosial atau pelanggaran norma ringan (status offenses) seperti bolos sekolah, merokok, berbohong, atau vandalisme ringan, tanpa adanya gangguan mental mendalam. Penelitian pendidikan dan sosial menyebutkan profil kenakalan tersebut dalam konteks program bimbingan pribadi-sosial.
    Dalam beberapa kasus, delinkuensi dikaji sebagai fenomena kriminologis lebih dari gangguan klinis, di mana faktor sosial dan struktur budaya mendominasi pemahaman perilaku tersebut.
  3. Trajektori Perkembangan dan Komorbiditas
    Remaja dengan delinkuensi klinis (CD) sering kali mengalami komorbiditas dengan gangguan lain, seperti Attention Deficit / Hyperactivity Disorder (ADHD). Sebuah studi jangka panjang menunjukkan bahwa anak laki-laki dengan ADHD dan perilaku delinkuen memiliki risiko tinggi untuk persistensi delinkuensi ke remaja.
    Selain itu, beberapa remaja delinkuen memiliki latar belakang psikopatologis (tipe psikopatik) atau neurotik, seperti yang diuraikan dalam literatur kriminologi lokal.

Penyebab dan Faktor Risiko

  1. Faktor Individu
    Dari segi individu, beberapa remaja mungkin memiliki impulsivitas, kesulitan mengendalikan emosi, atau defisit kognitif (misalnya rendah skor verbal atau akademik) yang memfasilitasi perilaku antisosial. Studi longitudinal pada anak laki-laki menunjukkan bahwa faktor-faktor seperti kecerdasan verbal rendah dan adversitas keluarga sejak dini berkorelasi dengan delinkuensi.
    Juga, predisposisi genetik dan warisan perilaku antisosial turut berperan; literatur genetik menunjukkan bahwa perilaku antisosial dapat memiliki heritabilitas signifikan.
  2. Faktor Keluarga dan Sosial
    Lingkungan keluarga dengan pengawasan rendah, konflik keluarga, disfungsi orang tua, dan hubungan yang kurang hangat adalah faktor risiko utama. Tanpa struktur keluarga yang stabil, remaja rentan mencari identitas dan penerimaan melalui kelompok sebaya negatif. Penelitian lokal menunjukkan bahwa faktor sosial seperti keluarga dan teman sebaya berkontribusi besar pada perilaku kriminal.
    Teori kriminologi klasik seperti teori ikatan sosial (social bond) dan teknik netralisasi menjelaskan bahwa lemahnya ikatan sosial dengan keluarga atau sekolah memungkinkan remaja merasionalisasi perilaku kriminal.
  3. Lingkungan & Struktural
    Subkultur kriminal lokal, tekanan kelompok “geng”, dan norma-norma delinkuen di lingkungan remaja dapat memperkuat perilaku menyimpang. Misalnya, studi di Yogyakarta menunjukkan bahwa kelompok remaja dengan perilaku agresif dan eksplosif dipengaruhi oleh gang remaja dan struktur sosial yang mendukung perilaku tersebut.
    Selain itu, kerentanan sosial seperti migrasi keluarga, media, paparan kekerasan, dan kemiskinan juga memperbesar risiko delinkuensi. Perspektif ekologis menunjukkan bahwa faktor-faktor ini saling berinteraksi dalam membentuk perilaku berisiko pada remaja.

Tanda dan Gejala

DomainTanda / Gejala
Perilaku Antisosial / Perilaku KriminalAgresi fisik (perkelahian, menyerang), perusakan properti, pencurian, menipu, pelanggaran aturan (bolos sekolah, melarikan diri), tindakan kriminal ringan hingga berat.
Aspek Emosional / PsikologisIritabilitas, frustrasi, rendah empati, penyesalan rendah, kesulitan pengendalian impuls, rasa bersalah minim.
Fungsi Sosial & Kehidupan Sehari-hariKonflik dengan keluarga, masalah di sekolah (absen, disiplin), asosiasi dengan teman sebaya delinkuen, isolasi sosial atau tekanan kelompok, penurunan prestasi akademik.

 

  • Dalam domain perilaku, remaja delinkuen mungkin sering terlibat dalam tindakan agresif atau kriminal, seperti perkelahian, pencurian, perusakan, dan pelanggaran norma sosial. Pola ini mencerminkan ketidakpatuhan yang konsisten terhadap aturan dan hak orang lain.
  • Secara emosional, gejala mencakup impulsivitas, kesulitan dalam mengendalikan emosi, dan rendahnya empati, yang menyebabkan perilaku antisosial dapat muncul tanpa rasa bersalah atau penyesalan yang dalam.
  • Dari sisi sosial, konflik dengan orang tua atau sekolah adalah hal umum. Remaja delinkuen sering membentuk hubungan dengan teman sebaya yang memiliki nilai-nilai menyimpang (geng kriminal), dan hal ini memperkuat perilaku negatif serta memperburuk fungsi akademik dan sosial mereka.

Penanganan

Berikut beberapa strategi intervensi yang disarankan untuk menangani gangguan perilaku dan delinkuensi pada remaja:

  1. Terapi Psikososial / Terapi Perilaku
    Terapi perilaku kognitif (CBT) untuk remaja dapat membantu mengidentifikasi dan mengubah pola berpikir yang mendasari perilaku delinkuen, mengendalikan impuls, dan mengembangkan keterampilan problem‑solving.
  2. Intervensi Keluarga
    Melibatkan orang tua dalam program terapi keluarga atau parenting skills training sangat penting untuk memperbaiki komunikasi, pengawasan, disiplin yang konsisten, dan membangun ikatan emosional yang positif.
  3. Program Sekolah & Pendidikan
    Sekolah dapat mengimplementasikan program bimbingan pribadi-sosial, konseling siswa, kegiatan ekstrakurikuler positif, serta kebijakan disiplin yang adil untuk mencegah dan menanggulangi perilaku menyimpang.
  4. Rehabilitasi Sosial / Program Alternatif
    Program alternatif seperti layanan komunitas, pusat rehabilitasi remaja, program “youth diversion” (pengalihan dari pemrosesan hukum ke program rehabilitasi), dan keterlibatan sosial (misalnya mentoring) dapat mengurangi risiko delinkuensi berkelanjutan.
  5. Kolaborasi Multi-Disipliner & Kebijakan Publik
    Pendekatan multi-sektor yang melibatkan psikiater, psikolog, pekerja sosial, lembaga hukum, dan otoritas lokal sangat diperlukan. Kebijakan pencegahan (misalnya pencegahan kriminalitas remaja, program komunitas) harus disusun untuk mendukung upaya intervensi dan pencegahan.

Pencegahan

Beberapa langkah pencegahan yang dapat diterapkan:

  1. Pendidikan dan Edukasi Remaja
    Menyediakan program pendidikan karakter di sekolah yang mengajarkan nilai-nilai prososial, keterampilan pengendalian impuls, resolusi konflik, dan empati.
  2. Penguatan Fungsi Keluarga
    Program parenting untuk orang tua remaja, melatih pengawasan yang sehat, komunikasi terbuka, keterlibatan emosional, dan disiplin yang konsisten.
  3. Kebijakan Sosial dan Komunitas
    Mendorong kebijakan lokal untuk mendukung pusat kegiatan remaja, program mentoring, dan dukungan komunitas agar remaja memiliki alternatif positif terhadap kelompok kriminal.
  4. Deteksi Dini dan Intervensi Sekolah
    Menyediakan mekanisme deteksi perilaku berisiko di sekolah (screening, konselor sekolah), dan intervensi awal melalui bimbingan dan konseling, agar perilaku antisosial bisa dikelola sebelum menjadi delinkuensi serius.

Kesimpulan

Gangguan perilaku dan delinkuensi pada remaja adalah fenomena kompleks yang melibatkan aspek individual, keluarga, dan lingkungan sosial. Remaja delinkuen menghadapi risiko psikologis dan sosial yang besar, dan tanpa intervensi yang tepat, perilaku ini dapat berlanjut hingga dewasa. Penanganan efektif memerlukan pendekatan multi-disipliner yang mencakup terapi psikososial, dukungan keluarga, intervensi sekolah, rehabilitasi sosial, dan kebijakan preventif. Pencegahan harus difokuskan pada edukasi remaja, penguatan keluarga, kebijakan komunitas, serta deteksi dini di sekolah. Dengan strategi komprehensif, kita dapat mengurangi prevalensi delinkuensi remaja dan mendukung perkembangan remaja menuju kehidupan dewasa yang lebih sehat.

Daftar Pustaka

  • Hadisuprapto, Paulus. Studi tentang makna penyimpangan perilaku di kalangan remaja. Jurnal Kriminologi Indonesia, Vol. 3 No. III, September 2004.
  • Hakim, Yustian Ersan. Bentuk Perilaku Delinkuen pada Remaja. Diploma Thesis, STIKes Bakti Tunas Husada, 2020.
  • Utami, Sri Rezki; Krisnatuti, Diah; Yulianti, Lilik Noor. Determinants of Risk Behavior in Adolescents from an Ecological Perspective. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen, IPB.
  • Subiyantoro, Subiyantoro & Nurrohmah, Nurrohmah. Kecenderungan Pola Perilaku Agresif dan Eksplosif Remaja (Studi Kasus Delinkuensi di Yogyakarta). Tadrib: Jurnal Pendidikan Agama Islam.
  • Nurfitriani; Syifaus Sariroha. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kriminal pada Remaja. Al‑Hikmah: Jurnal Dakwah dan Komunikasi.
  • Salma, Rantri Ridho. Kasus Delikuensi Anak: Faktor Penyebab, Teori dan Sanksi. Jurnal Kajian Ilmiah.
  • Rismawati, Risma; Salam, M.; Hajri, Priazki. Analisis Perilaku Sosial Remaja terhadap Tindak Kriminalitas Penyalahgunaan Narkoba di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Jurnal Penelitian dan Pengabdian.
  • Talbott, Elizabeth; Karabatsos, George; Zurheide, Jaime. Informant Discrepancies and the Heritability of Antisocial Behavior: A Meta‑Analysis. (preprint).
  • Cavan (dikutip dalam jurnal PRIMER). Kenakalan Remaja & Gangguan Perilaku Sosial. PRIMER: Jurnal Ilmiah Multidisiplin.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *