Nyeri Kaki, Tangan, Punggung, dan Pinggang yang Berhubungan dengan Alergi Makanan: Pendekatan Diagnosis dan Penanganan Oral Food Challenge
Nyeri otot dan sendi pada ekstremitas maupun punggung sering kali diasosiasikan dengan faktor mekanis atau degeneratif. Namun, peran alergi makanan sebagai faktor pencetus sering terabaikan. Alergi makanan dapat memicu proses inflamasi sistemik, termasuk nyeri muskuloskeletal yang kronik. Artikel ini membahas hubungan alergi makanan dengan nyeri otot-sendi, mekanisme patofisiologi berbasis seluler, gejala penyerta, pendekatan diagnosis berbasis oral food challenge (OFC), serta strategi penanganan dengan eliminasi makanan pencetus sebagai langkah utama dibandingkan pengobatan jangka panjang.
Nyeri otot dan sendi merupakan keluhan yang sering dijumpai pada populasi dewasa. Sebagian besar kasus dikaitkan dengan faktor biomekanik, aktivitas fisik, atau degenerasi sendi. Namun, nyeri yang bersifat menetap dan berpindah-pindah sering memerlukan pendekatan lebih holistik untuk mencari faktor pencetus non-struktural seperti alergi makanan.
Hubungan antara alergi makanan dengan nyeri muskuloskeletal semakin mendapat perhatian, terutama karena banyak pasien bergantung pada obat pereda nyeri jangka panjang tanpa upaya mencari akar masalahnya. Pemahaman terhadap keterkaitan ini penting agar terapi yang diberikan bersifat kausal dan bukan sekedar simptomatik.
Epidemiologi
Data epidemiologi alergi makanan masih lebih banyak difokuskan pada gejala klasik seperti gatal, biduran, atau gangguan pernapasan. Namun, studi terbaru menunjukkan sekitar 15-30% penderita alergi makanan mengalami keluhan nyeri otot dan sendi kronik. Di Indonesia, kesadaran masyarakat terhadap keterkaitan ini masih rendah, sehingga sering terjadi salah diagnosis atau overmedikasi.
Patofisiologi
Secara seluler, paparan alergen makanan tertentu akan memicu aktivasi sel mast dan basofil, menyebabkan pelepasan histamin dan mediator inflamasi lainnya. Proses ini dapat memicu nyeri otot dan sendi melalui vasodilatasi, edema jaringan, dan iritasi saraf lokal.
Selain itu, alergi makanan juga mempengaruhi sistem imun adaptif dengan aktivasi sel T helper tipe 2 (Th2), menghasilkan sitokin IL-4, IL-5, dan IL-13 yang memperpanjang proses inflamasi kronik. Kondisi ini memperburuk gejala muskuloskeletal.
Respons inflamasi sistemik akibat disbiosis usus dan peningkatan permeabilitas usus (leaky gut) memperparah keluhan nyeri, terutama pada area yang banyak mengalami mikrotroma atau stres mekanis.
Tanda dan Gejala
Pasien dengan nyeri akibat alergi makanan sering mengalami nyeri berpindah-pindah tanpa pola mekanis yang jelas. Lokasi nyeri mencakup kaki, tangan, punggung, dan pinggang, serta dapat disertai kaku pagi hari mirip gejala autoimun.
Gejala penyerta lainnya meliputi sembelit, kembung, konstipasi, diare, reflux, atau nyeri perut kronik. Gangguan saluran cerna ini sering mendahului atau menyertai keluhan muskuloskeletal.
Pada kasus yang lain, gejala bisa meluas ke keluhan kulit seperti gatal, ruam, atau gangguan pernapasan seperti batuk lama, batuk berdehem, serin bersin, sinusitis, adenoid, amandel, menandakan respon sistemik akibat paparan alergen makanan dan sering flu ataunsakit berulang.
Diagnosis
Diagnosis alergi makanan pada kasus nyeri muskuloskeletal tidak cukup hanya mengandalkan tes laboratorium seperti IgE spesifik atau skin prick test. Hasil negatif tidak menyingkirkan kemungkinan alergi tipe non-IgE mediated.
Gold standard diagnosis tetap menggunakan metode oral food challenge (OFC) yang terkontrol, dilakukan eliminasi makanan 2-4 minggu, diikuti reintroduksi makanan secara bertahap untuk melihat respons gejala.
Penting dilakukan pencatatan jurnal makanan dan gejala secara detail untuk mendeteksi pola hubungan antara konsumsi makanan tertentu dengan munculnya nyeri.
Identifikasi alergen yang sering menjadi pencetus seperti susu, telur, gluten, kedelai, seafood, atau bahan pengawet perlu diperhatikan dalam proses eliminasi dan challenge.
Penanganan
Prinsip utama penanganan bukan sekedar pemberian obat pereda nyeri, tetapi eliminasi makanan pencetus sebagai terapi kausal. Pasien perlu diedukasi bahwa konsumsi obat jangka panjang tanpa eliminasi alergen berarti gagal mencari penyebab utamanya.
Terapi medikamentosa tetap digunakan untuk kontrol sementara nyeri, namun harus dibatasi dan bukan menjadi terapi utama. Pemakaian obat antiinflamasi jangka panja*ng justru meningkatkan risiko efek samping gastrointestinal dan ginjal.
Tindakan invasif seperti fisioterapi, rehabilitasi medis, atau operasi hanya diberikan jika sudah dipastikan penyebab nyeri bukan berasal dari reaksi alergi makanan. Monitoring rutin, evaluasi pola makan, dan perbaikan fungsi usus sangat penting untuk hasil jangka panjang.
Kesimpulan
Nyeri otot dan sendi kronik pada dewasa bisa menjadi manifestasi alergi makanan yang sering terabaikan. Diagnosis berbasis oral food challenge jauh lebih relevan dibandingkan tes alergi laboratorium semata. Penanganan efektif harus fokus pada eliminasi makanan pencetus, bukan sekedar terapi obat jangka panjang. Pendekatan ini memberikan hasil lebih optimal dan mencegah ketergantungan obat yang tidak perlu.
Daftar Pustaka
- Sicherer SH, Sampson HA. Food allergy: A review and update on epidemiology, pathogenesis, diagnosis, prevention, and management. J Allergy Clin Immunol. 2018;141(1):41-58.
- Akama H. Arthritis and food allergy. J Rheumatol. 1990 Nov;17(11):1567-9. PMID: 2273510.
- Panush RS, Stroud RM, Webster EM. Food-induced (allergic) arthritis. Inflammatory arthritis exacerbated by milk. Arthritis Rheum. 1986 Feb;29(2):220-6. doi: 10.1002/art.1780290210. PMID: 3513771.
- Panush RS. Food induced (“allergic”) arthritis: clinical and serologic studies. J Rheumatol. 1990 Mar;17(3):291-4. PMID: 2332849.
- Fasano A, Catassi C. Clinical practice. Celiac disease. N Engl J Med. 2012;367(25):2419-2426.
- Berni Canani R, et al. Non-IgE-mediated food allergy in children. Pediatr Allergy Immunol. 2019;30(2):153-161.
- Nowak-Wegrzyn A, et al. Work Group Report: Oral Food Challenge Testing. J Allergy Clin Immunol. 2009;123(6 Suppl):S365-83.
Leave a Reply