DOKTER AIRLANGGA

SMART PEOPLE, SMART HEALTH

Polip Hidung dan Pilek Berulang dan Alergi Makanan

Polip hidung dan pilek kronis merupakan masalah kesehatan yang sering dijumpai pada dewasa. Kondisi ini sering dihubungkan dengan alergi, termasuk alergi makanan yang jarang disadari sebagai pemicu utamanya. Artikel ini membahas peran alergi makanan dalam terjadinya polip hidung, pilek kronis, dan hidung buntu, serta pentingnya pendekatan diagnosis berbasis oral food challenge (OFC) dibandingkan tes alergi laboratorium. Penanganan yang optimal bukan hanya obat atau tindakan operasi, melainkan eliminasi penyebab alergi makanan untuk mencegah kekambuhan jangka panjang.

Polip hidung merupakan pertumbuhan jaringan lunak non-kanker pada lapisan mukosa hidung atau sinus yang dapat menyebabkan hidung tersumbat, pilek berkepanjangan, dan gangguan pernapasan. Pada sebagian besar kasus dewasa, polip hidung sering dikaitkan dengan peradangan kronis akibat alergi, termasuk alergi makanan yang memicu respon inflamasi sistemik.

Sayangnya, banyak penanganan polip hidung hanya berfokus pada terapi obat-obatan jangka panjang atau tindakan operasi. Tanpa mengenali dan menghindari faktor pencetus utama seperti alergi makanan, keluhan sering kambuh kembali dalam waktu 6 bulan hingga 1 tahun pasca-operasi. Oleh karena itu, pendekatan diagnosis yang tepat menjadi kunci utama pengendalian kondisi ini.

Epidemiologi

Polip hidung terjadi pada sekitar 1-4% populasi dewasa secara global, lebih sering dialami pria dibanding wanita. Di Indonesia, data spesifik prevalensi polip hidung masih terbatas, namun kasus pilek kronis dan hidung buntu akibat alergi cukup sering dijumpai di klinik THT dan alergi.

Kondisi ini berkaitan erat dengan penyakit inflamasi kronis lain seperti asma, dermatitis, dan rhinosinusitis kronis, yang semuanya memiliki kemungkinan dipicu atau diperberat oleh alergi makanan yang tidak terdiagnosis.

Patofisiologi

Peradangan seluler pada polip hidung dipicu oleh aktivasi sel mast, eosinofil, dan limfosit akibat paparan alergen kronis. Alergi makanan dapat menyebabkan pelepasan mediator inflamasi seperti histamin dan leukotrien yang memperburuk peradangan mukosa hidung.

Respons alergi makanan bersifat sistemik. Saluran cerna dan mukosa hidung merupakan target utama reaksi hipersensitivitas. Peradangan kronis menyebabkan edema mukosa, pembentukan polip, dan produksi lendir berlebih.

Sel imun seperti Th2, IL-4, IL-5, dan IL-13 memainkan peran penting dalam mempertahankan respon alergi kronis. Hal ini menjelaskan mengapa tanpa eliminasi alergen makanan, kondisi inflamasi sukar terkontrol meski diberikan obat atau dilakukan tindakan operasi.

Tanda dan Gejala

Gejala utama polip hidung meliputi pilek kronis, hidung buntu, berkurangnya penciuman, dan suara sengau. Sering kali, penderita juga mengeluhkan nyeri wajah atau tekanan di sekitar sinus.

Selain gejala utama, terdapat gejala penyerta lain akibat alergi makanan seperti gangguan saluran cerna (kembung, diare, konstipasi), mudah lelah, gangguan kulit, dan gangguan tidur.

Gejala pilek dan hidung buntu kronis yang tidak membaik meskipun sudah rutin minum obat alergi atau setelah operasi polip seharusnya mencurigakan adanya faktor pencetus alergi makanan yang belum teridentifikasi.

Diagnosis

Diagnosis alergi makanan pada kasus polip hidung tidak dapat hanya mengandalkan tes laboratorium seperti IgE spesifik atau skin prick test. Hal ini karena hasilnya sering kali negatif pada alergi tipe lambat (non-IgE).

Oral Food Challenge (OFC) merupakan metode diagnosis emas untuk mengetahui hubungan makanan dengan gejala pilek kronis dan polip hidung. OFC dilakukan dengan eliminasi makanan curiga selama 2-4 minggu, lalu dilanjutkan provokasi makanan secara terkontrol.

Jika selama eliminasi gejala membaik, dan saat provokasi makanan gejala muncul kembali (pilek, hidung buntu, bersin, atau keluhan lain), maka dapat dipastikan peran alergi makanan.

Penting untuk membedakan OFC dengan tes laboratorium biasa. Tes laboratorium hanya mendeteksi alergi tipe cepat, sedangkan banyak alergi makanan tipe lambat tidak terdeteksi. Oleh karena itu, OFC menjadi pendekatan praktis dan efektif di klinik.

Penanganan

Penanganan polip hidung dan pilek kronis akibat alergi makanan bukan sekadar pemberian obat anti alergi atau tindakan operasi. Eliminasi makanan penyebab merupakan langkah utama mencegah kekambuhan.

Jika hanya mengandalkan obat atau operasi tanpa menghilangkan alergen makanan, peradangan akan tetap berlangsung dan polip berisiko tumbuh kembali dalam waktu singkat (6 bulan – 1 tahun).

Penggunaan obat jangka panjang seperti kortikosteroid atau antihistamin hanya membantu meredakan gejala sementara. Keberhasilan terapi sejati diukur dari kemampuan menemukan dan menghindari alergen makanan penyebab, sehingga penderita dapat bebas gejala tanpa obat jangka panjang.

Kesimpulan

Polip hidung dan pilek kronis pada dewasa dapat berkaitan erat dengan alergi makanan yang sering tidak disadari. Diagnosis terbaik bukan hanya melalui tes laboratorium, tetapi dengan oral food challenge. Penanganan efektif bukan hanya obat atau operasi, tetapi eliminasi makanan penyebab agar hasil terapi lebih tahan lama dan mencegah kekambuhan.

Daftar Pustaka

  • Fokkens WJ, et al. European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2020. Rhinology. 2020;58(Suppl S29):1-464.
  • Collins MM, Loughran S, Davidson P, Wilson JA. Nasal polyposis: prevalence of positive food and inhalant skin tests. Otolaryngol Head Neck Surg. 2006 Nov;135(5):680-3. doi: 10.1016/j.otohns.2006.07.005. PMID: 17071293.
  • Collins MM, Loughran S, Davidson P, Wilson JA. Nasal polyposis: prevalence of positive food and inhalant skin tests. Otolaryngol Head Neck Surg. 2006 Nov;135(5):680-3. doi: 10.1016/j.otohns.2006.07.005. PMID: 17071293.
  • Sicherer SH, Sampson HA. Food allergy: Epidemiology, pathogenesis, diagnosis, and treatment. J Allergy Clin Immunol. 2014;133(2):291-307.
  • Muraro A, et al. EAACI food allergy and anaphylaxis guidelines: diagnosis and management of food allergy. Allergy. 2014;69(8):1008-1025.
  • Stevenson DD. Food allergy and asthma. J Allergy Clin Immunol. 2003;111(1):S475-486.
  • Sampson HA. Food allergy–accurately identifying clinical reactivity. Allergy. 2005;60 Suppl 79:19-24.
  • Slavin RG. !l. 1988 Nov;82(5 Pt 2):950-6. doi: 10.1016/0091-6749(88)90038-3. PMID: 3057048.

Polip Hidung, Sering Pilek dan Alergi Makanan: Tinajauan Klinis dan Patofisiologis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *