DOKTER AIRLANGGA

SMART PEOPLE, SMART HEALTH

Mekanisme Seluler dan Peran Interleukin Pada Stroke Perdarahan dan Iskemik

Tinjauan Imunopatofisiologi Stroke Perdarahan dan Iskemik: Mekanisme Seluler dan Peran Interleukin

Pendahuluan

Stroke merupakan gangguan neurologis akut yang terjadi akibat gangguan aliran darah ke otak, yang dibagi menjadi dua tipe utama: stroke iskemik (penyumbatan pembuluh darah) dan stroke hemoragik (perdarahan akibat pecahnya pembuluh darah). Kedua kondisi ini memicu kematian sel otak yang cepat, serta aktivasi sistem imun bawaan dan adaptif yang memperburuk kerusakan jaringan otak. Studi terbaru menunjukkan bahwa proses imunologis memiliki peran sentral dalam perjalanan klinis stroke dan potensi komplikasinya. Imunopatofisiologi stroke melibatkan interaksi kompleks antara sel-sel imun, mediator inflamasi, dan sitokin seperti interleukin. Peran mikroglia, astrosit, neutrofil, makrofag, dan sel T telah diidentifikasi dalam memperparah atau memperbaiki kerusakan otak akibat stroke. Kajian ini bertujuan untuk menjelaskan mekanisme imunopatofisiologis dari kedua jenis stroke dengan fokus pada aktivitas seluler dan interleukin sebagai target terapeutik potensial.


Stroke merupakan gangguan neurologis akut yang terjadi akibat gangguan aliran darah ke otak, yang dibagi menjadi dua tipe utama: stroke iskemik (penyumbatan pembuluh darah) dan stroke hemoragik (perdarahan akibat pecahnya pembuluh darah). Kedua kondisi ini memicu kematian sel otak yang cepat, serta aktivasi sistem imun bawaan dan adaptif yang memperburuk kerusakan jaringan otak. Studi terbaru menunjukkan bahwa proses imunologis memiliki peran sentral dalam perjalanan klinis stroke dan potensi komplikasinya.

Imunopatofisiologi stroke melibatkan interaksi kompleks antara sel-sel imun, mediator inflamasi, dan sitokin seperti interleukin. Peran mikroglia, astrosit, neutrofil, makrofag, dan sel T telah diidentifikasi dalam memperparah atau memperbaiki kerusakan otak akibat stroke. Kajian ini bertujuan untuk menjelaskan mekanisme imunopatofisiologis dari kedua jenis stroke dengan fokus pada aktivitas seluler dan interleukin sebagai target terapeutik potensial.

Mekanisme Terjadi Gangguan

Stroke iskemik terjadi ketika aliran darah ke otak terganggu oleh trombus atau embolus. Gangguan ini menyebabkan hipoksia dan iskemia jaringan otak yang memicu kematian neuron secara cepat, terutama di wilayah inti infark. Dalam beberapa menit setelah terjadinya iskemia, mikroglia sebagai sel imun utama di otak mulai teraktivasi dan merespons dengan pelepasan mediator inflamasi.

Akibat dari aktivasi mikroglia ini adalah produksi berbagai sitokin proinflamasi yang memicu perubahan pada endotel vaskular otak. Salah satu konsekuensinya adalah disfungsi sawar darah otak (blood-brain barrier/BBB), yang menyebabkan sel-sel imun dari sirkulasi perifer masuk ke jaringan otak dan memperburuk kerusakan jaringan melalui peradangan.

Sebaliknya, stroke hemoragik disebabkan oleh ruptur pembuluh darah otak yang biasanya dipicu oleh tekanan darah tinggi kronis atau kelainan vaskular. Ketika pembuluh darah pecah, darah masuk ke dalam parenkim otak dan menimbulkan tekanan lokal yang sangat tinggi. Hal ini menyebabkan edema, kematian neuron, dan kerusakan jaringan secara langsung oleh darah yang merembes.

Selain kerusakan mekanik, darah yang bocor juga memicu respon imun. Hemoglobin dan zat besi dari sel darah merah yang pecah menstimulasi sel glial dan makrofag untuk melepaskan mediator inflamasi, yang berkontribusi pada kerusakan sekunder otak. Aktivasi imun ini hampir seketika dan menjadi bagian integral dari patofisiologi stroke hemoragik.

Imunopatofosiologi

  • Dalam kedua jenis stroke, baik iskemik maupun hemoragik, respon imun terbagi menjadi dua fase: fase akut dan fase subakut hingga kronik. Pada fase akut, mikroglia sebagai makrofag jaringan otak menjadi garis depan pertahanan, dengan cepat memproduksi berbagai interleukin seperti IL-1β, IL-6, dan TNF-α. Ketiganya memiliki efek sinergis dalam meningkatkan peradangan.
  • Produksi sitokin ini tidak hanya berfungsi dalam respon imun lokal, tetapi juga sistemik. IL-6, misalnya, menstimulasi hati untuk memproduksi protein fase akut seperti C-reactive protein (CRP), yang seringkali meningkat pada pasien stroke berat. Ini menjelaskan bagaimana stroke bisa memiliki efek luas pada sistem tubuh secara keseluruhan.
  • IL-1β adalah interleukin kunci dalam inflamasi otak akut. Sitokin ini mendorong ekspresi molekul adhesi pada sel endotel pembuluh darah otak, memungkinkan sel-sel imun seperti neutrofil dan limfosit T untuk bermigrasi ke jaringan otak yang mengalami cedera. Proses ini mempercepat infiltrasi sel imun ke wilayah iskemik atau hemoragik.
  • Akibat dari peningkatan permeabilitas BBB dan rekrutmen sel imun adalah eksaserbasi kerusakan neuron yang telah terjadi sebelumnya. Respon inflamasi yang tidak terkontrol akan memperluas daerah infark dan memperparah edema otak, memperburuk prognosis pasien jika tidak segera diatasi dengan intervensi medis.
  • Interleukin-6 memiliki karakter yang ambivalen. Di satu sisi, IL-6 berperan dalam memperkuat proses inflamasi dan merusak jaringan otak. Namun di sisi lain, IL-6 juga berkontribusi pada perbaikan dan regenerasi jaringan dengan memicu proliferasi astrosit dan neurogenesis terbatas. Perannya yang kompleks ini menjadi tantangan dalam merancang terapi berbasis IL-6.
  • Sayangnya, kadar IL-6 yang sangat tinggi pasca-stroke sering diasosiasikan dengan outcome klinis yang buruk, seperti peningkatan risiko edema otak berat dan kematian. Hal ini mendorong penelitian untuk menyeimbangkan peran pro dan anti-inflamasi dari IL-6 secara selektif.

Pada stroke hemoragik, hemoglobin bebas, heme, dan zat besi menjadi pemicu utama inflamasi sekunder. Mikroglia dan makrofag yang menelan debris seluler dan komponen darah akan menghasilkan IL-1 dan IL-18, yang semakin memperparah kerusakan jaringan. IL-18 juga terlibat dalam peningkatan permeabilitas BBB dan memicu kematian sel-sel neuron melalui jalur inflamasi. Respons ini juga menyebabkan akumulasi astrosit reaktif di sekitar lokasi perdarahan. Meskipun bertujuan untuk membatasi kerusakan, proses ini sering kali memperburuk edema dan menyebabkan gliosis, yang menghambat pemulihan jaringan saraf. Sebagai penyeimbang, tubuh juga menghasilkan interleukin anti-inflamasi seperti IL-10 dan TGF-β untuk menekan efek destruktif dari IL-1 dan TNF-α. IL-10 memiliki efek menekan aktivasi mikroglia dan makrofag, serta mengurangi produksi sitokin proinflamasi lainnya. Ini membantu menstabilkan kondisi jaringan otak yang rusak.

Namun, dalam kasus stroke berat, produksi IL-10 seringkali tidak memadai untuk mengimbangi respon inflamasi. Ketidakseimbangan antara sitokin pro dan anti-inflamasi inilah yang sering memperparah kerusakan jaringan, sehingga menjadi perhatian utama dalam pengembangan terapi imunologis stroke. Dalam fase subakut hingga kronik, limfosit T mulai memainkan peran penting. Sel T CD4+ diketahui menghasilkan IL-17 yang dapat memperburuk kerusakan dengan meningkatkan infiltrasi neutrofil dan menurunkan fungsi sawar darah otak. Sebaliknya, sel T regulator (Treg) menghasilkan IL-10 yang justru memberikan efek protektif dan memperbaiki jaringan. Tingkat keseimbangan antara aktivitas sel T efektor dan Treg sangat menentukan arah dari proses pemulihan pasca-stroke. Terapi yang mampu meningkatkan fungsi Treg berpotensi menjadi pendekatan imunomodulasi baru dalam mencegah perburukan stroke. Selain sel T, interaksi antara imun sistemik dan sel endotel vaskular otak juga memegang peranan penting. Ketika sawar darah otak terganggu, sel-sel endotel menjadi target utama kerusakan karena terpapar langsung pada radikal bebas dan sitokin proinflamasi dari sirkulasi perifer. Ini memperkuat “lingkaran setan” inflamasi yang semakin merusak jaringan.

Kerusakan BBB ini tidak hanya meningkatkan edema otak tetapi juga meningkatkan risiko infeksi sekunder akibat masuknya patogen dari darah ke otak. Komplikasi seperti pneumonia aspirasi atau infeksi saluran kemih juga dapat memperburuk prognosis klinis pasien stroke. Sistem komplemen juga memainkan peran signifikan dalam memperparah cedera otak. Aktivasi komplemen terutama C3a dan C5a memicu opsonisasi dan peningkatan permeabilitas kapiler. Hal ini memperbesar area kerusakan serta meningkatkan kematian neuron melalui jalur nekrosis dan apoptosis. Blokade terhadap sistem komplemen telah menunjukkan efek perlindungan pada model hewan dengan stroke, meskipun aplikasi klinisnya masih memerlukan studi lanjutan. Mekanisme ini membuka peluang bagi terapi kombinasi antara antikomplemen dan antiinterleukin.

Neutrofil sebagai bagian dari imun bawaan juga memberikan kontribusi besar dalam memperburuk kerusakan otak. Mereka melepaskan enzim proteolitik seperti elastase dan ROS (radikal bebas) yang menyebabkan kerusakan jaringan dan inflamasi lanjut. Keberadaan mereka dalam jumlah tinggi di area infark berkaitan dengan edema dan kerusakan pembuluh darah otak. Infiltrasi neutrofil juga merangsang produksi matrix metalloproteinase (MMP), yang turut menghancurkan integritas sawar darah otak. Proses ini menyebabkan pelebaran area infark dan memperpanjang fase inflamasi akut.

Terapi berbasis imunomodulasi, terutama yang menargetkan jalur interleukin, menjadi pendekatan baru yang menjanjikan. Penggunaan antagonis reseptor IL-1 seperti anakinra telah menunjukkan efek protektif pada model hewan stroke iskemik dengan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *