
Gangguan Oral-Motor pada Anak: Mekanisme, Dampak Klinis, dan Pendekatan Penatalaksanaan
Abstrak
Gangguan oral-motor pada anak merupakan spektrum kelainan yang memengaruhi fungsi otot mulut, lidah, dan rahang dalam proses makan, menelan, dan berbicara. Kondisi ini dapat bersifat neuromuskular, sensorik, atau akibat inflamasi kronis pada saluran cerna yang memengaruhi jalur saraf pusat dan perifer. Artikel ini menjelaskan definisi, mekanisme patofisiologi, jenis gangguan, serta gangguan penyerta yang sering muncul, termasuk aspek hubungan gut–brain–oral axis. Pemahaman yang komprehensif ini penting untuk mengarahkan terapi multidisipliner yang tepat, seperti intervensi feeding therapy, terapi wicara, perbaikan pencernaan, serta modifikasi makanan melalui oral food challenge terkontrol.
Pendahuluan
Gangguan oral-motor pada anak merupakan kondisi yang semakin sering ditemukan pada praktik klinis pediatri, terutama pada anak dengan gangguan makan, keterlambatan bicara, perilaku selektif terhadap makanan, dan masalah pertumbuhan. Kompleksitasnya sering kali tidak disadari oleh orang tua, karena gejalanya dapat muncul ringan seperti mengunyah lambat hingga gangguan berat seperti tersedak kronis atau kesulitan bicara yang signifikan. Gangguan ini tidak hanya melibatkan otot-otot mulut, tetapi juga sistem neurologis, sensorik, pernapasan, dan pencernaan.
Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian menunjukkan bahwa gangguan oral-motor sering berkaitan erat dengan peradangan kronis saluran cerna, alergi makanan, refluks, gangguan sensorik, serta gangguan tidur. Hal ini menegaskan adanya integrasi antara saraf vagus, sistem imun, dan pusat pengendali motorik di otak. Oleh sebab itu, penanganan gangguan oral-motor memerlukan pendekatan multidisipliner yang melibatkan dokter anak, ahli gizi, terapis wicara, okupasi terapis, serta penilaian gastrointestinal.
Definisi Gangguan Oral-Motor
Gangguan oral-motor adalah kondisi ketika anak kesulitan mengoordinasikan atau mengendalikan gerakan otot mulut, bibir, rahang, dan lidah yang diperlukan untuk mengunyah, menelan, dan berbicara. Penyebabnya dapat berupa kelemahan otot, kekakuan, gangguan sensorik, atau kesulitan otak dalam merencanakan gerakan (apraxia). Kondisi ini memengaruhi kemampuan makan anak, menyebabkan tersedak, memilih makanan tertentu, dan sulit meningkatkan tekstur makanan.
Selain memengaruhi kemampuan makan, gangguan oral-motor berdampak besar pada perkembangan bicara. Anak mengalami artikulasi yang tidak jelas, proses bicara lambat, atau tidak konsisten. Interferensi sensorik di dalam mulut juga memperburuk keadaan, sehingga anak memiliki sensitivitas berlebihan atau malah kurang respons terhadap rangsangan oral.
Mekanisme Terjadinya & Patofisiologi
Mekanisme gangguan oral-motor melibatkan interaksi kompleks antara sistem neuromuskular, sensorik, pencernaan, dan pernapasan. Otak besar, batang otak, dan saraf kranial mengontrol seluruh gerakan oral. Disfungsi di salah satu jalur—baik akibat kelainan genetik, gangguan perkembangan, infeksi, atau inflamasi kronis—dapat menurunkan kontrol motorik. Hipotonia atau hipertonia memengaruhi kekuatan dan kelenturan otot, sehingga anak kesulitan menghasilkan gerakan terarah saat makan dan berbicara.
Patofisiologi juga sering terkait gangguan sensorik. Anak dengan sensorik berlebihan (over-responsivity) akan menolak makanan tertentu karena teksturnya terasa “menjijikkan” atau menyakitkan. Sebaliknya, anak hipo-sensitivitas tidak merasakan cukup rangsangan sehingga cenderung menggigit keras atau memasukkan makanan terlalu besar. Ini menimbulkan kesulitan menelan dan meningkatkan risiko aspirasi.
Hubungan gut–brain axis berperan penting. Peradangan pada saluran cerna akibat alergi makanan, FPIES, intoleransi, atau GERD mengubah fungsi saraf vagus dan pusat sensorimotor. Kondisi ini menyebabkan muntah kronis, mengunyah buruk, penolakan makanan, dan regresi kemampuan oral-motor. Terapi eliminasi makanan melalui oral food challenge terbukti memperbaiki kemampuan oral-motor dalam 1–3 minggu pada banyak kasus dengan inflamasi GI kronis.
Gangguan pernapasan seperti mouth breathing, tonsil-adenoid besar, atau sleep apnea membuat anak terbiasa bernapas melalui mulut. Akibatnya, lidah sering berada di posisi salah, otot pipi melemah, dan rahang berkembang tidak optimal. Faktor ini memperparah tongue thrust, gangguan mengunyah, dan kesulitan bicara.
7 Gangguan Oral-Motor pada Anak
1. Oral Hypotonia (Otot Mulut Lemah)
- Oral hypotonia terjadi ketika otot bibir, lidah, dan rahang sangat lemah sehingga anak tampak selalu membuka mulut, air liur mudah keluar, serta cepat lelah saat mengunyah makanan sedikit keras; dalam kehidupan sehari-hari orang tua sering melihat anak hanya mau makan bubur atau makanan lembut seperti ikan, roti , mi, atau ayam suwir, sering menyedot minuman dengan lambat, dan ketika berbicara bunyi huruf seperti /p/, /b/, atau /m/ terdengar tidak jelas karena bibirnya tidak menutup kuat, bahkan saat tidur mulut tetap terbuka sehingga menyebabkan dengkuran dan sering terbangun.
2. Oral Hypertone (Otot Mulut Kaku/Spastik)
- Pada oral hypertone, otot mulut justru terlalu kaku sehingga anak kesulitan membuka mulut lebar, lidah sulit naik atau turun, dan bibir menutup terlalu kuat; dalam keseharian anak makan sangat lama karena tidak bisa menggerakkan lidah untuk memindahkan makanan di dalam mulut, sering tersedak ketika beralih dari bubur ke makanan padat, dan ketika disuruh menjilat es krim atau meniup lilin ia tampak kesulitan, sementara bicara terdengar “kencang dan patah-patah” karena artikulator bekerja dengan tegang dan tidak luwes.
3. Tongue Thrust (Dorongan Lidah ke Depan)
- Tongue thrust membuat lidah anak selalu terdorong ke depan ketika menelan, bicara, atau bahkan saat istirahat sehingga gigi depan dapat maju dan artikulasi bunyi seperti /s/ dan /t/ menjadi terdistorsi; dalam aktivitas sehari-hari anak tampak menelan air minum dengan cara mendorong lidah keluar, makan nasi tetapi mulut selalu berantakan karena makanan sering terdorong ke luar, dan ketika bicara terlihat lidah sering muncul di sela gigi, serta kebiasaan lama memakai dot atau minum botol semakin memperburuk kondisi ini.
4. Dysphagia (Gangguan Menelan)
- Anak dengan dysphagia mengalami kesulitan menggerakkan makanan dari mulut menuju tenggorokan, sehingga orang tua sering melihat anak batuk atau tersedak saat makan, wajah memerah ketika minum air, dan butuh waktu sangat lama untuk menghabiskan satu piring kecil; dalam kehidupan sehari-hari anak mudah menolak makanan bertekstur kasar, sering memuntahkan makanan sebelum ditelan, dan kadang berat badan tidak naik karena ia lebih memilih minum susu atau makanan cair yang lebih mudah ditelan sehingga berpengaruh pada tumbuh kembang.
5. Oral Sensory Over-Responsivity (Hipersensitivitas Mulut)
- Hipersensitivitas mulut membuat anak sangat sensitif terhadap tekstur, rasa, atau suhu makanan sehingga mudah muntah ketika mencoba makanan baru, hanya mau makan 2–3 jenis makanan saja, dan menolak makanan yang sedikit kasar; secara sehari-hari orang tua sering melihat anak memuntahkan potongan buah kecil, tersedak meski makan biskuit yang lembut, menangis ketika dicoba sikat gigi, dan sangat reaktif terhadap makanan dingin atau panas, sehingga rutinitas makan menjadi penuh drama dan stres bagi keluarga.
6. Oral Sensory Under-Responsivity (Hipo-sensitivitas)
- Pada hiposensitivitas, anak kurang merasakan sensasi di mulut sehingga cenderung memasukkan potongan makanan besar tanpa sadar, menggigit benda non-makanan seperti baju atau mainan, dan tampak tidak peduli bila ada makanan menempel di bibir; dalam aktivitas harian anak terlihat suka mengunyah pensil, memasukkan seluruh biskuit ke mulut sekaligus, makan dengan mulut terbuka lebar, dan sulit membedakan tekstur sehingga tidak menyadari risiko tersedak, membuat proses makan perlu pengawasan ketat.
7. Apraxia of Speech (Kesulitan Merencanakan Gerakan Bicara)
- Anak dengan apraxia memahami bahasa namun otaknya kesulitan memberikan “perintah gerakan” yang tepat pada bibir, lidah, dan rahang, sehingga ucapan terdengar berubah-ubah setiap kali diulang; dalam aktivitas sehari-hari orang tua mendapati anak ingin mengatakan satu kata sederhana seperti “mau” tetapi keluar menjadi “au”, “bau”, atau “mo”, dan ketika diminta menirukan kata baru anak tampak bingung meski berpikirannya jelas, membuat perkembangan bicara berlangsung sangat lambat meskipun latihan sudah rutin.
7 Gangguan Penyerta yang Sering Muncul Bersamaan
1. Gangguan Pencernaan Kronis (GERD, intoleransi, alergi makanan)
- Gangguan pencernaan kronis menyebabkan anak sering muntah, perut kembung, atau diare sehingga otot mulut ikut terpengaruh melalui saraf vagus, dan dalam kehidupan sehari-hari anak tampak sering menolak makan, hanya mau minum susu, muntah ketika mencoba tekstur baru, atau mengeluh perut sakit setelah makan makanan tertentu, yang akhirnya menghambat latihan oral-motor serta membuat anak sulit mencapai pola makan normal.
2. Gangguan Tidur
- Gangguan tidur seperti mouth breathing atau sleep apnea membuat anak sering terbangun, tidur gelisah, dan mengorok sehingga pada siang hari ia terlihat sangat lelah, sulit fokus, dan tidak bersemangat makan atau berlatih bicara; dalam keseharian orang tua melihat anak tidur dengan mulut terbuka, sering berkeringat malam hari, sulit bangun pagi, dan menjadi mudah rewel yang memperburuk kemampuan makan dan kontrol otot mulut.
3. Gangguan Sensorik (SPD)
- Gangguan pengolahan sensorik membuat anak kesulitan merespons informasi dari lingkungan, termasuk dari mulut, sehingga dalam kehidupan sehari-hari anak tampak terlalu sensitif terhadap suara atau sentuhan, mudah panik ketika dicoba makanan baru, atau sebaliknya tidak peka sehingga memasukkan benda besar ke mulut, sulit mengikuti rutinitas makan, dan mudah tantrum ketika ada perubahan kecil dalam aktivitas.
4. Gangguan Perilaku (tantrum, mudah marah, hiperaktif)
- Gangguan oral-motor dan masalah makan yang membuat anak tidak nyaman sering memicu frustrasi, tantrum, dan hiperaktivitas; sehari-hari orang tua melihat anak cepat marah saat makan, menolak duduk diam, melempar makanan ketika tidak nyaman, atau sangat sensitif terhadap rasa sakit di mulut atau perut, sementara inflamasi pencernaan dapat memperburuk regulasi emosi sehingga perilaku makin sulit dikendalikan.
5. Gangguan Berat Badan/Tinggi Badan
- Masalah makan membuat asupan nutrisi rendah sehingga berat badan tidak naik, anak tampak kurus, atau tinggi badan tertinggal; dalam rutinitas harian orang tua melihat anak hanya makan sedikit, sering mengemut makanan tanpa ditelan, lebih memilih minum susu padahal usianya sudah besar, dan mudah sakit karena kekurangan nutrisi, sehingga pertumbuhan tidak optimal.
6. Gangguan Bicara dan Bahasa
- Gangguan oral-motor secara langsung menghambat produksi bunyi, sehingga anak berbicara terlambat atau sulit dipahami; dalam kehidupan sehari-hari orang tua mendengar anak menyebut kata-kata yang terdengar samar, sering menggunakan gesture karena tak bisa mengucapkan kata, atau mengalami regresi bicara saat masalah pencernaan atau sensori sedang kambuh, membuat komunikasi keluarga menjadi terbatas.
7. Gangguan Pernapasan (shallow breathing, mouth breathing, infeksi berulang)
- Anak yang bernapas lewat mulut mengalami kelemahan otot wajah dan posisi lidah yang salah sehingga makan dan bicara ikut terganggu; dalam kegiatan harian anak tampak sering pilek, mudah infeksi tenggorokan, bernapas pendek dan cepat, mengorok saat tidur, serta kesulitan mengunyah karena mulut selalu terbuka, memperburuk tongue thrust dan pola makan tidak efisien
Tabel Ringkas Gangguan Oral-Motor dan Penyertanya
| Kategori | Gangguan | Ciri Utama | Dampak Klinis |
|---|---|---|---|
| Oral-Motor | Oral Hypotonia | Otot mulut lemah | Mengunyah lambat, air liur keluar |
| Oral-Motor | Oral Hypertone | Otot kaku | Tersedak, artikulasi kaku |
| Oral-Motor | Tongue Thrust | Lidah maju | Gigi maju, artikulasi terganggu |
| Oral-Motor | Dysphagia | Kesulitan menelan | Risiko aspirasi, BB tidak naik |
| Sensorik | Over-responsivity | Sangat sensitif | Muntah, pilih makanan |
| Sensorik | Under-responsivity | Sensasi rendah | Mengunyah benda, risiko tersedak |
| Neurologis | Apraxia | Gangguan perencanaan gerakan | Bicara tidak konsisten |
| Penyerta | Gangguan GI | GERD, alergi | Muntah, nyeri perut, feeding problem |
| Penyerta | Gangguan tidur | Mouth breathing | Kognisi menurun |
| Penyerta | SPD | Sensorik terganggu | Masalah makan/bicara |
| Penyerta | Perilaku | Tantrum, hiperaktif | Regulasi emosi buruk |
| Penyerta | Pertumbuhan | BB/TB tidak naik | Stunting |
| Penyerta | Bicara | Artikulasinya buruk | Speech delay |
| Penyerta | Pernapasan | Infeksi, apnea | Otot oral melemah |
Panduan Terapi untuk Orang Tua dan Tenaga Kesehatan
1. Lakukan evaluasi komprehensif
- Evaluasi komprehensif berarti menilai anak dari berbagai sisi yang saling berhubungan—mulai dari pencernaan, sensorik, pernapasan, pola makan, hingga perkembangan bicara—karena gangguan oral-motor hampir selalu merupakan kombinasi dari beberapa faktor, bukan masalah tunggal; dalam praktiknya, tenaga kesehatan perlu memeriksa apakah anak mengalami alergi makanan yang memicu peradangan, apakah ia sensitif atau kurang sensitif terhadap rangsangan oral, apakah napasnya dominan lewat mulut, apakah tekstur makanan sesuai kemampuannya, serta apakah kemampuan bicara berkembang sesuai usia, sehingga hasil evaluasi dapat menggambarkan akar masalah dan menentukan terapi yang benar-benar tepat sasaran.
2. Perbaiki gangguan pencernaan
- Gangguan pencernaan seperti muntah berulang, perut kembung, konstipasi, diare, pilek kronis, atau dermatitis sering menjadi penyebab tersembunyi gangguan makan dan oral-motor karena peradangan pada saluran cerna memengaruhi saraf yang mengatur fungsi mulut; karenanya, mengidentifikasi alergi makanan melalui oral food challenge terkontrol sangat penting untuk mengetahui makanan pemicu dan menghentikan reaksi inflamasi, sehingga anak tidak lagi menolak makan, tidak mudah muntah, lebih tenang secara sensorik, dan lebih siap mengikuti terapi makan dan terapi wicara.
3. Terapi oral-motor dan feeding therapy
- Terapi oral-motor bertujuan menguatkan dan melenturkan otot lidah, bibir, dan rahang sambil memperbaiki respons sensorik di dalam mulut, dilakukan melalui latihan seperti menjilat, meniup, menghisap, mengunyah bertahap, serta stimulasi rasa, suhu, dan tekstur; dalam sesi feeding therapy, terapis membantu anak belajar menerima tekstur baru, meningkatkan koordinasi mengunyah dan menelan, serta mengurangi kebiasaan buruk seperti mengemut makanan atau dorongan lidah ke depan, sehingga proses makan menjadi lebih aman, efisien, dan nyaman bagi anak.
4. Intervensi bicara (speech therapy)
- Speech therapy sangat penting terutama pada anak dengan apraxia, gangguan artikulasi, atau kelambatan bicara yang dipicu kelemahan atau koordinasi oral-motor yang buruk, karena terapis membantu otak anak belajar merencanakan dan mengeksekusi gerakan bicara secara tepat, mengajarkan artikulasi bunyi satu per satu, memperbaiki intonasi, serta melatih konsistensi pengucapan; intervensi ini sering berjalan paralel dengan feeding therapy, karena semakin baik kontrol lidah dan rahang, semakin mudah anak menghasilkan ucapan yang jelas dan dapat dipahami.
5. Menata pola napas
- Pola napas harus diperbaiki karena anak yang bernapas melalui mulut akan mengalami kelemahan otot wajah, posisi lidah yang salah, gangguan tidur, dan masalah makan yang berulang; intervensi seperti melatih anak menutup mulut saat istirahat, membiasakan nasal breathing, serta mengatasi penyebab fisik seperti adenoid atau tonsil membesar—bila diperlukan melalui terapi medis atau tindakan THT—membantu memperbaiki kualitas oksigenasi, meningkatkan fokus dan rasa nyaman saat makan, serta mengoptimalkan perkembangan wajah dan fungsi oral-motor secara keseluruhan.
6. Mengatur tekstur makanan bertahap
- Pengaturan tekstur harus mengikuti kemampuan oral-motor aktual anak, dimulai dari tekstur yang paling aman baginya menuju tekstur yang lebih menantang secara bertahap agar ia tidak trauma dan tidak menolak makan; misalnya dari puree → lembek → cincang halus → cincang kasar → potongan kecil → makanan padat keluarga, dengan prinsip bahwa setiap tahap baru hanya diberikan jika anak mampu mengunyah, menggerakkan makanan di dalam mulut, dan menelan dengan aman tanpa tersedak, sehingga proses belajar makan berlangsung bertahap, terukur, dan penuh keberhasilan kecil yang membangun kepercayaan diri.
7. Edukasi keluarga
- Edukasi keluarga adalah fondasi keberhasilan seluruh terapi karena orang tua yang memahami kondisi anak akan mampu menerapkan latihan di rumah secara konsisten, mengatur lingkungan makan yang positif, menghindari makanan pemicu alergi, serta berkolaborasi dengan terapis dan dokter; keluarga perlu memahami bahwa perbaikan gangguan oral-motor bukan proses instan, melainkan rangkaian langkah bertahap yang menuntut kesabaran, pengulangan, dan dukungan emosi, sehingga anak merasa aman, termotivasi, dan mampu mencapai kemajuan yang signifikan dalam makan dan bicara.
Kesimpulan
Gangguan oral-motor pada anak merupakan kondisi multifaktorial yang melibatkan aspek neuromuskular, sensorik, gastrointestinal, dan pernapasan. Dampaknya tidak hanya pada makan dan bicara, tetapi juga perilaku, pertumbuhan, dan kualitas hidup anak. Evaluasi menyeluruh dan penanganan multidisipliner sangat penting, terutama memperbaiki gangguan pencernaan, pernapasan, serta memberikan terapi sensori-motor yang tepat. Deteksi dini dan intervensi yang konsisten memungkinkan anak mencapai kemampuan makan dan bicara yang optimal.
Daftar Pustaka
- Goday PS, et al. Pediatric feeding disorder: consensus definition and conceptual framework. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2019;68(1):124-129.
- Dharmaraj R. Evaluation and Management of Pediatric Feeding Disorder. Children (Basel). 2023;5(1):8.
- Norman V, Zühlke L, Murray K, Morrow B. Prevalence of Feeding and Swallowing Disorders in Congenital Heart Disease: A Scoping Review. Front Pediatr. 2022;10:843023.
- Vaia Y, Bruschi F, Tagi VM, et al. Microbiota gut-brain axis: implications for pediatric-onset leukodystrophies. Front Nutr. 2024;11:1417981.
- Carey’s et al. Feeding and Oral Motor Disorders. Neonatology Grand Rounds Presentation. 2023.
- Kalhoff H, et al. Development of eating skills in infants and toddlers from a growth-monitoring and promotion perspective. Ital J Pediatr. 2024;50(1):…
- Socała K, et al. The role of microbiota-gut-brain axis in neuropsychiatric and neurological disorders. Prog Neuropsychopharmacol Biol Psychiatry. 2021;106:110109.















Leave a Reply