DOKTER AIRLANGGA

SMART PEOPLE, SMART HEALTH

Sakit Kepala, Migrain, dan Hubungannya dengan Alergi Makanan pada Dewasa: Tantangan Diagnosis dan Pendekatan Penanganan Berbasis Eliminasi Alergi

Sakit kepala dan migrain merupakan keluhan umum di populasi dewasa. Banyak kasus migrain kronik ditangani hanya dengan obat pereda nyeri tanpa menggali penyebab utamanya. Salah satu faktor pemicu yang sering diabaikan adalah alergi makanan. Reaksi alergi makanan tidak selalu menimbulkan gejala kulit atau saluran cerna, tetapi dapat berupa manifestasi neurologis seperti sakit kepala. Tulisan ini bertujuan menjelaskan keterkaitan alergi makanan dengan sakit kepala dan migrain pada dewasa, penegakan diagnosis berbasis oral food challenge (OFC), dan penanganan yang menitikberatkan pada eliminasi makanan pemicu, bukan sekadar obat pereda gejala.

Sakit kepala dan migrain merupakan masalah kesehatan yang sering dijumpai pada orang dewasa, mempengaruhi kualitas hidup, produktivitas, dan kesehatan mental. Penderita migrain kronis sering mengalami kecanduan obat pereda nyeri, tanpa solusi jangka panjang terhadap pemicunya.

Sayangnya, keterkaitan antara alergi makanan dan sakit kepala jarang dipertimbangkan dalam praktik klinis. Reaksi alergi makanan dapat bersifat tersembunyi (hidden allergy) tanpa gejala klasik, sehingga diperlukan pemahaman mendalam dan metode diagnosis yang tepat.

Epidemiologi

Prevalensi sakit kepala dan migrain di dunia mencapai 10-15% populasi dewasa, dengan angka yang terus meningkat. Indonesia juga mencatat peningkatan kunjungan medis terkait keluhan ini. Di sisi lain, prevalensi alergi makanan pada dewasa diperkirakan 2-10%, namun sering tidak terdiagnosis karena gejalanya tidak khas.

Patofisiologi

Secara seluler, alergi makanan melibatkan aktivasi sel mast dan pelepasan mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin, dan sitokin, yang dapat mempengaruhi sistem saraf pusat.

Mediator ini dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak, iritasi saraf trigeminal, dan peningkatan sensitivitas nyeri yang menjadi dasar terjadinya migrain.

Selain itu, ada peran gangguan permeabilitas usus (leaky gut) pada penderita alergi makanan kronik, memungkinkan molekul makanan tertentu memicu reaksi imun sistemik, termasuk gejala neurologis seperti sakit kepala.

Tanda Gejala:

Banyak penderita migrain atau sakit kepala kronis cenderung bergantung pada obat pereda nyeri seperti parasetamol, ibuprofen, atau triptan. Penggunaan obat yang terlalu sering bisa menjadi tanda bahwa penyebab utamanya belum ditemukan.

Selain itu, gejala lain seperti nyeri kepala yang berulang di area tertentu, mual, sensitif terhadap cahaya atau suara, atau perburukan saat konsumsi makanan tertentu (cokelat, keju, MSG) patut dicurigai terkait alergi makanan.

Kebiasaan minum obat jangka panjang tanpa perbaikan pola makan atau evaluasi makanan pemicu justru meningkatkan risiko medication-overuse headache (MOH), memperburuk kondisi penderita.

Gejala penyerta biasanya disertai nyeri punggung, nyeri bahu,  pinggang, nyeri kaki, nyeri lutut dan semua keluhan nyeri ini dianggap penyebab lain yang belum tentu benar seperti penyebab karena olahraga, jatuh, lelah, salah tidur, dan lain sebagainya.

Gejala penyerta alergi adalah sering bersin, hidung buntu, gatal ringan di kaki, mata dan telinga, muncul jerawat ringan di wajah. Gangguan Penyerta saluran cerna adalah mudah mual, nyeri perut, perut kembung, sulit BAB yang selama ini ringan dianggap penyebab lainnya

Diagnosis: Oral Food Challenge (OFC)

Diagnosis alergi makanan penyebab sakit kepala tidak cukup hanya dengan tes alergi laboratorium (IgE, skin prick test) karena reaksi bisa non-IgE mediated atau delayed reaction.

OFC menjadi gold standard diagnosis, dilakukan dengan eliminasi makanan curiga selama minimal 2 minggu hingga gejala membaik, lalu dilanjutkan dengan provokasi makanan satu per satu untuk melihat reaksi.

Observasi gejala setelah provokasi sangat penting, termasuk pemantauan intensitas dan frekuensi sakit kepala.

Dalam praktik klinis, diary makanan dan gejala sangat membantu mendeteksi pola keterkaitan antara makanan tertentu dengan kambuhnya sakit kepala atau migrain.

Penanganan: Hindari Penyebab Alergi Makanan

Prinsip utama penanganan bukan sekadar pemberian obat, melainkan mencari dan menghindari makanan pencetus. Obat hanya digunakan sementara untuk membantu mengendalikan gejala akut.

Mengidentifikasi dan eliminasi makanan pemicu dapat memperbaiki kondisi tanpa ketergantungan obat, bahkan memungkinkan bebas gejala dalam jangka panjang.

Pemakaian obat sakit kepala jangka panjang tanpa keberhasilan menemukan penyebab makanan menunjukkan kegagalan pendekatan holistik dan berisiko memperburuk migrain kronis.

Kesimpulan

Sakit kepala dan migrain pada dewasa bisa menjadi manifestasi alergi makanan tersembunyi. Diagnosis berbasis OFC lebih akurat dibandingkan tes alergi laboratorium. Penanganan ideal bukan hanya pemberian obat pereda nyeri, tetapi eliminasi makanan pemicu yang teridentifikasi. Pendekatan ini menawarkan perbaikan jangka panjang tanpa ketergantungan obat.

Daftar Pustaka

  1. Sicherer SH, Sampson HA. Food allergy: A review and update on epidemiology, pathogenesis, diagnosis, prevention, and management. J Allergy Clin Immunol. 2018;141(1):41-58.
  2. Cady R, Farmer K. Headache and food: Is there a connection? Curr Pain Headache Rep. 2016;20(6):40.
  3. D’Onofrio F, Cacciani P, Pizzilli S, et al. Migraine and Food: Is There a Link? Curr Pain Headache Rep. 2020;24(5):18.
  4. Turner PJ, Baumert JL, Beyer K, et al. Diagnosis and management of food allergy in the adult. J Allergy Clin Immunol Pract. 2021;9(9):3297-3308.
  5. Bock SA. The natural history of food sensitivity. J Allergy Clin Immunol. 1982;69(2):173-177.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *