DOKTER AIRLANGGA

SMART PEOPLE, SMART HEALTH

“Evaluasi Keamanan Monosodium Glutamate: Bukti Ilmiah Menyanggah Mitos Bahaya MSG”

“Evaluasi Keamanan Monosodium Glutamate: Bukti Ilmiah Menyanggah Mitos Bahaya MSG”
(Scientific Safety Evaluation of MSG: Debunking the Myths with Evidence-Based Findings)

Rekomendasi Pemberian Vitsin (Monosodium Glutamate / MSG): Perspektif Ilmiah terhadap Keamanan Konsumsi

Monosodium glutamate (MSG), atau lebih dikenal sebagai vetsin, adalah zat aditif pangan yang digunakan untuk meningkatkan rasa umami. Meskipun sering dianggap berbahaya oleh masyarakat umum, berbagai studi ilmiah menunjukkan bahwa MSG aman dikonsumsi dalam jumlah yang wajar. Artikel ini mengulas bukti ilmiah terbaru mengenai keamanan MSG, sekaligus memberikan rekomendasi penggunaan MSG secara bijak dalam pola makan harian.

Monosodium L-glutamat (MSG) adalah zat penambah rasa umami yang banyak digunakan dalam industri makanan global. Meskipun digunakan secara luas, terdapat kekhawatiran mengenai dampak kesehatannya. Review ini menilai kembali keamanan MSG berdasarkan artikel sistematis yang ditulis oleh Helen Nonye Henry-Unaeze (2017) dalam jurnal Pathophysiology, yang mengkaji bukti metabolisme dan potensi toksisitas MSG dari berbagai sumber ilmiah. Berdasarkan hasil tinjauan, MSG yang dikonsumsi dalam jumlah wajar tidak menimbulkan peningkatan kadar glutamat plasma atau efek toksik. Metabolisme glutamat yang terkontrol di saluran cerna serta batas aman konsumsi dari EFSA menunjukkan bahwa MSG aman dikonsumsi pada tingkat normal oleh seluruh populasi, termasuk individu yang dianggap “sensitif”. MSG merupakan senyawa garam dari asam glutamat yang memberikan rasa umami khas pada makanan. Di banyak negara, MSG telah digunakan secara luas dalam industri kuliner dan pengolahan makanan. Berbagai badan regulasi seperti FDA (AS), EFSA (Uni Eropa), dan JECFA (WHO/FAO) telah mengklasifikasikan MSG sebagai aman (GRAS – Generally Recognized As Safe),

Monosodium glutamate (MSG) telah digunakan secara luas dalam industri makanan sebagai penambah rasa sejak awal abad ke-20. MSG merupakan bentuk natrium dari asam glutamat, asam amino non-esensial yang juga secara alami terdapat dalam berbagai makanan seperti daging, keju, dan tomat. Keunggulan MSG terletak pada kemampuannya meningkatkan cita rasa tanpa meningkatkan jumlah garam secara signifikan. Walau demikian, MSG kerap dikaitkan dengan efek samping seperti sakit kepala, kemerahan pada wajah, atau gejala yang disebut “Chinese Restaurant Syndrome”. Namun, studi ilmiah terkini menunjukkan bahwa tuduhan tersebut tidak didukung bukti kuat. Masyarakat perlu mendapatkan edukasi berbasis bukti agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam penggunaannya.

Monosodium L-glutamat (MSG) telah menjadi bahan tambahan makanan yang kontroversial sejak pertama kali digunakan secara luas di berbagai belahan dunia. Sebagai garam dari asam glutamat—sebuah asam amino non-esensial—MSG menimbulkan rasa umami yang meningkatkan cita rasa makanan. Namun, berbagai laporan terkait efek samping seperti sakit kepala, mual, dan sindrom restoran Cina (Chinese Restaurant Syndrome) telah menimbulkan perdebatan panjang mengenai keamanannya. Oleh karena itu, kajian sistematis terhadap keamanan dan metabolisme MSG sangat penting dalam memberikan pemahaman ilmiah yang berbasis bukti.

Penelitian MSG Tidak Berbahaya

  • Penelitian besar yang dilakukan oleh Geha et al. (2000) dalam uji coba terkontrol menunjukkan bahwa MSG tidak menyebabkan reaksi alergi pada sebagian besar individu. Food and Drug Administration (FDA) dan badan dunia lainnya seperti FAO/WHO menyatakan MSG aman untuk dikonsumsi manusia (generally recognized as safe – GRAS).
  • Studi dari Walker dan Lupien (2000) menegaskan bahwa gejala yang dikaitkan dengan MSG hanya muncul pada dosis tinggi yang tidak mungkin dikonsumsi melalui makanan sehari-hari. Selain itu, MSG memiliki kandungan natrium yang lebih rendah dibanding garam meja biasa, sehingga dapat menjadi alternatif dalam pengendalian hipertensi jika digunakan dengan tepat.
  • Artikel oleh Henry-Unaeze (2017) menyusun temuan dari berbagai penelitian laboratorium dan epidemiologis, termasuk studi double-blind dan data metabolisme glutamat. Berdasarkan bukti ilmiah yang ditinjau oleh Henry-Unaeze, konsumsi MSG pada tingkat makanan sehari-hari tidak menimbulkan risiko kesehatan bagi manusia. Tubuh manusia mampu mengatur metabolisme glutamat secara efisien, dan konsumsi MSG tidak meningkatkan kadar glutamat dalam darah secara signifikan. Reaksi negatif yang sering dilaporkan tidak dapat direplikasi secara konsisten dalam studi double-blind yang terkontrol. Oleh karena itu, MSG yang digunakan dalam jumlah wajar dapat dianggap aman untuk semua kelompok umur dan etnis. Penelitian masa depan disarankan untuk lebih berfokus pada metodologi yang ketat dan menghindari asumsi yang tidak berdasar dari studi hewan ke manusia.
  • Kekhawatiran masyarakat dan sejumlah studi ilmiah terus menyoroti kemungkinan efek samping jika dikonsumsi dalam jangka panjang. Dalam dekade terakhir, laporan mengenai potensi toksisitas MSG mulai muncul, khususnya dari studi praklinis yang menggunakan hewan coba dengan dosis tinggi. Beberapa efek yang dilaporkan termasuk gangguan fungsi jantung, hati, otak, dan kemungkinan hubungan dengan kanker. Oleh karena itu, tinjauan sistematis terhadap literatur yang tersedia diperlukan untuk memilah informasi yang valid dan menentukan apakah konsumsi MSG dalam jumlah normal dapat membahayakan kesehatan manusia. Tinjauan sistematis terhadap literatur praklinis dan klinis menunjukkan bahwa banyak klaim toksisitas MSG tidak memiliki relevansi kuat untuk manusia, terutama karena metodologi yang lemah dan penggunaan dosis ekstrem. MSG dalam batas konsumsi normal makanan tidak terbukti menyebabkan kerusakan organ, kanker, atau gangguan perilaku pada manusia. Meskipun sensitivitas individu tetap perlu diperhatikan, tidak ada cukup bukti ilmiah untuk menyimpulkan bahwa MSG berbahaya jika dikonsumsi secara wajar. Penelitian klinis lebih lanjut, dengan desain yang baik dan memperhitungkan glutamat alami dan tambahan, diperlukan untuk memverifikasi keamanan MSG jangka panjang secara lebih akurat.
  • Meskipun telah diakui keamanannya oleh berbagai badan pengawas pangan dunia seperti FDA dan EFSA, kekhawatiran publik masih kerap muncul mengenai potensi dampak negatif MSG terhadap kesehatan, terutama bila dikonsumsi dalam jangka panjang. Seorang peneliti merangkum temuan dari studi praklinis dan uji klinis yang meneliti efek samping MSG, serta mengevaluasi relevansi data tersebut terhadap konsumsi manusia sehari-hari. ternyata menueurt penelitian sebagian besar bukti mengenai potensi bahaya MSG berasal dari studi yang kurang representatif terhadap konsumsi manusia biasa. Studi-studi tersebut sering kali menggunakan model hewan dan dosis ekstrem yang tidak mencerminkan paparan sehari-hari pada manusia. Oleh karena itu, data tersebut memiliki keterbatasan dalam memberikan informasi yang valid terkait risiko MSG dalam konteks diet manusia.

Hasil dan Pembahasan

  1. Struktur Kimia dan Sumber MSG MSG merupakan garam natrium dari asam glutamat, asam amino non-esensial yang secara alami ada dalam tubuh dan banyak ditemukan pada makanan berprotein tinggi seperti daging dan keju. Tubuh manusia tidak membedakan antara glutamat alami dan glutamat yang ditambahkan ke makanan.
  2. Metabolisme Glutamat Glutamat tidak dapat melintasi membran biologis secara pasif. Glutamat dari makanan dimetabolisme secara efisien oleh sel-sel usus untuk menghasilkan energi dan menjadi prekursor metabolit penting lainnya di hati. Fakta ini menunjukkan bahwa glutamat dari MSG tidak secara langsung masuk ke sirkulasi sistemik dalam jumlah besar yang dapat membahayakan.
  3. Toleransi Dosis dan Keamanan Klinis MSG dikonsumsi secara luas di seluruh dunia dan penggunaannya bersifat self-limiting, artinya seseorang cenderung tidak mengonsumsi MSG secara berlebihan karena efek rasa. EFSA telah menetapkan Acceptable Daily Intake (ADI) sebesar 30 mg/kg berat badan per hari, namun konsumsi normal tidak mendekati angka ini. Uji coba pada individu yang mengaku sensitif terhadap MSG tidak konsisten menunjukkan reaksi ketika dilakukan secara double-blind, memperkuat anggapan bahwa banyak gejala yang dilaporkan bersifat psikogenik.
  4. Perbandingan dengan Studi pada Hewan Penulis menyoroti bahwa extrapolasi data toksisitas dari hewan (misalnya tikus yang diberikan MSG dosis tinggi secara injeksi) ke manusia sangat bermasalah. Dalam studi manusia, tidak ditemukan efek toksik bila MSG dikonsumsi secara oral dalam dosis yang wajar. Oleh karena itu, peneliti disarankan untuk tidak langsung menarik kesimpulan negatif terhadap MSG berdasarkan studi hewan tanpa mempertimbangkan perbedaan metabolisme dan rute paparan.

7 Rekomendasi Pemberian MSG (Vitsin)

  1. Gunakan MSG sebagai Pengganti Sebagian Garam Karena kandungan natrium MSG hanya sekitar sepertiga dari garam dapur, MSG dapat digunakan sebagai strategi pengurangan natrium total dalam makanan. Ini sangat berguna bagi penderita hipertensi atau yang ingin mengontrol tekanan darah. Penggunaan MSG secara bijak dapat menurunkan konsumsi garam hingga 30–40% tanpa mengorbankan cita rasa. Ini sejalan dengan kampanye pengurangan garam oleh WHO di berbagai negara untuk menekan risiko penyakit kardiovaskular.
  2. Batasi Konsumsi Maksimal 3 Gram per Hari Meski aman, konsumsi MSG tetap harus dalam jumlah moderat. Rekomendasi maksimal umum adalah sekitar 3 gram per hari bagi orang dewasa sehat. Jumlah ini sudah mencukupi untuk menghasilkan efek penambah rasa tanpa meningkatkan risiko kelebihan natrium. MSG tidak menyebabkan kecanduan, dan tidak menimbulkan efek toksik jika dikonsumsi dalam batas aman.
  3. Hindari MSG dalam MPASI dan Makanan Balita Bayi dan anak usia di bawah 2 tahun memiliki sistem metabolisme yang belum matang, sehingga sebaiknya tidak diberikan makanan yang mengandung MSG tambahan. Meski asam glutamat ada secara alami dalam ASI dan makanan, pemberian MSG tambahan bisa memperberat fungsi ginjal dan hati balita. Oleh sebab itu, makanan anak sebaiknya berasal dari bahan alami tanpa penyedap tambahan.
  4. Gunakan MSG Bersama Bahan Alami Umami MSG dapat dikombinasikan dengan bahan-bahan alami kaya glutamat seperti tomat, jamur, rumput laut, atau kecap. Kombinasi ini memperkaya cita rasa dan menurunkan kebutuhan akan garam tambahan. Penggunaan bahan alami juga meningkatkan kandungan antioksidan dan senyawa bioaktif yang bermanfaat untuk kesehatan secara keseluruhan, terutama dalam makanan tradisional Asia.
  5. Hindari Konsumsi MSG Berlebihan pada Penderita Gangguan Saraf Pada individu dengan gangguan neurologis seperti epilepsi, konsumsi glutamat dosis tinggi dalam bentuk MSG perlu diperhatikan, walaupun data ilmiahnya masih terbatas. Konsultasi dengan dokter atau ahli gizi dibutuhkan bila seseorang memiliki kondisi neurologis yang sensitif terhadap eksitotoksin seperti glutamat. MSG tetap aman dalam dosis rendah, namun kewaspadaan individual diperlukan.
  6. Periksa Label Pangan Olahan MSG kadang tidak disebut secara eksplisit dalam label makanan. Nama lain MSG termasuk “flavor enhancer E621”, “hydrolyzed protein”, “yeast extract”, atau “natural flavoring”. Konsumen yang ingin membatasi MSG harus terbiasa membaca label secara cermat, terutama pada makanan instan, bumbu kemasan, dan produk kalengan. Produk organik dan rumahan sering kali menjadi alternatif terbaik.
  7. Tidak Ada Bukti Kuat MSG Menyebabkan Obesitas atau Kanker Beberapa mitos menyebutkan MSG berperan dalam obesitas, kanker, atau kerusakan saraf. Namun hingga kini, tidak ada bukti ilmiah yang mendukung klaim tersebut secara konsisten. Studi jangka panjang menunjukkan bahwa obesitas dan kanker lebih berkaitan dengan pola makan tinggi lemak jenuh dan gula daripada dengan MSG. MSG dapat digunakan dalam pola makan sehat jika disertai gizi seimbang.

Kesimpulan

Monosodium glutamate (MSG) adalah bahan penambah rasa yang aman digunakan dalam makanan harian jika dalam batas wajar. Keunggulan MSG terletak pada kemampuannya meningkatkan cita rasa umami dengan kandungan natrium yang lebih rendah dibanding garam dapur. Penelitian ilmiah dari berbagai negara telah membuktikan bahwa MSG tidak menyebabkan kerusakan saraf, kanker, atau obesitas, sebagaimana mitos yang beredar. Penggunaan MSG secara bijak dapat menjadi bagian dari strategi diet rendah natrium yang lebih sehat.


Saran

Penting untuk meningkatkan literasi masyarakat tentang penggunaan MSG melalui kampanye gizi berbasis sains. Edukasi ini akan mengurangi stigma negatif yang tidak berdasar, sekaligus mendorong penggunaan MSG yang bertanggung jawab. Tenaga medis, ahli gizi, dan pelaku industri makanan juga diharapkan memberikan informasi akurat mengenai MSG, serta menyediakan alternatif makanan sehat yang tetap lezat tanpa kelebihan garam atau gula.


Daftar Pustaka (PubMed Style – AMA)

  • Henry-Unaeze HN. Update on food safety of monosodium l-glutamate (MSG). Pathophysiology. 2017 Dec;24(4):243-249. doi: 10.1016/j.pathophys.2017.08.001. Epub 2017 Sep 18. PMID: 28943112.
  • Zanfirescu A, Ungurianu A, Tsatsakis AM, Nițulescu GM, Kouretas D, Veskoukis A, Tsoukalas D, Engin AB, Aschner M, Margină D. A review of the alleged health hazards of monosodium glutamate. Compr Rev Food Sci Food Saf. 2019 Jul;18(4):1111-1134. doi: 10.1111/1541-4337.12448. Epub 2019 May 8. Erratum in: Compr Rev Food Sci Food Saf. 2020 Jul;19(4):2330. doi: 10.1111/1541-4337.12569. PMID: 31920467; PMCID: PMC6952072.
  • Geha RS, Beiser A, Ren C, et al. Review of alleged reaction to monosodium glutamate and outcome of a multicenter double-blind placebo-controlled study. J Nutr. 2000;130(4S Suppl):1058S-1062S. doi:10.1093/jn/130.4.1058S
  • Walker R, Lupien JR. The safety evaluation of monosodium glutamate. J Nutr. 2000;130(4S Suppl):1049S-1052S. doi:10.1093/jn/130.4.1049S
  • Beyreuther K, Biesalski HK, Fernstrom JD, et al. Consensus meeting: monosodium glutamate—an update. Eur J Clin Nutr. 2007;61(3):304-313. doi:10.1038/sj.ejcn.1602526
  • He K, Du S, Xun P, et al. Consumption of monosodium glutamate in relation to incidence of overweight in Chinese adults. Am J Clin Nutr. 2011;93(6):1328–1336. doi:10.3945/ajcn.110.008870
  • National Center for Environmental Assessment. Toxicological Review of Monosodium Glutamate. US EPA. 2002.
  • Freeman GL. Reconsidering the effects of monosodium glutamate: a literature review. J Am Acad Nurse Pract. 2006;18(10):482-486. doi:10.1111/j.1745-7599.2006.00160.x

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *