
Brain Fog dan Kejang Pasca Demam Berdarah Dengue: Kajian Neuromedisin Modern
Abstrak
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan infeksi virus akut yang terutama menyerang sistem vaskular dan imun. Namun, sejumlah penelitian terkini menunjukkan bahwa DBD juga dapat menimbulkan komplikasi neurologis, termasuk brain fog (kabut otak) dan kejang pasca fase akut. Artikel ini membahas mekanisme patofisiologi, bukti ilmiah, dan implikasi klinis gangguan neurokognitif pasca-DBD berdasarkan literatur terkini. Manifestasi ini diduga berkaitan dengan peradangan sistemik, disfungsi sawar darah otak (BBB disruption), neuroinflamasi, serta gangguan metabolisme glukosa otak. Pemahaman yang baik terhadap komplikasi ini penting untuk deteksi dini, rehabilitasi neurokognitif, dan pencegahan sekuela jangka panjang.
Kata kunci: brain fog, kejang, demam berdarah dengue, neuroinflamasi, komplikasi neurologis
Pendahuluan
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh virus dengue (Flavivirus) dan ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti. Selain komplikasi klasik seperti syok dan perdarahan, studi terbaru menunjukkan adanya dampak neurologis yang signifikan, terutama gangguan kognitif ringan (brain fog) dan kejang pasca infeksi. Brain fog mengacu pada penurunan konsentrasi, memori jangka pendek, dan kecepatan berpikir yang sering berlangsung beberapa minggu hingga bulan setelah pemulihan klinis. Kejang pasca-DBD, di sisi lain, merupakan manifestasi neurologis yang dapat terjadi akibat ensefalitis dengue, hiponatremia, atau disregulasi neuroelektrik pascainflamasi. Fenomena ini semakin banyak dilaporkan pada anak dan remaja di wilayah endemis Asia Tenggara.
Patofisiologi
Mekanisme neurologis pasca-DBD melibatkan aktivasi sistem imun sentral dan perifer. Virus dengue dapat menembus sawar darah otak (blood-brain barrier/BBB) melalui mekanisme transcytosis atau cytokine-mediated permeability. Akibatnya, terjadi neuroinflamasi dengan peningkatan kadar sitokin proinflamasi seperti IL-6, TNF-α, dan interferon-γ di cairan serebrospinal (CSF). Kondisi ini menurunkan fungsi neuron kortikal dan hipokampus yang berperan penting dalam memori dan konsentrasi.
Selain itu, disfungsi mitokondria neuron akibat stres oksidatif berkontribusi terhadap munculnya gejala brain fog. Pada kasus kejang, penyebab utama meliputi ensefalopati metabolik, gangguan elektrolit (hiponatremia), dan ensefalitis dengue langsung, yang menyebabkan peningkatan aktivitas eksitatorik neuron. Pemeriksaan MRI sering menunjukkan edema difus ringan, sedangkan EEG memperlihatkan pola aktivitas epileptiform sementara.
Pembahasan
Brain fog pasca Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan manifestasi gangguan fungsi otak akibat peradangan sistemik dan disfungsi sumbu gut–brain axis. Kondisi ini ditandai oleh penurunan kesadaran kognitif sementara, seperti kesulitan fokus, bingung, kehilangan daya ingat jangka pendek, dan respons lambat terhadap stimulus. Penderita sering tampak “kosong” (blank stare), sulit diajak berbicara, atau mengalami jeda lama sebelum merespons percakapan. Gangguan komunikasi ini bukan semata-mata akibat kelelahan, tetapi disebabkan oleh gangguan transmisi sinaptik dan peradangan mikroglia otak yang menurunkan aktivitas jaringan kortikal. Dalam banyak kasus, anak atau remaja yang baru pulih dari DBD menunjukkan perubahan perilaku seperti melamun, mudah lupa, dan kesulitan mengikuti instruksi sederhana.
Pada kondisi yang lebih berat, brain fog dapat disertai gejala neurologis seperti kejang ringan atau spasme otot berulang, yang menunjukkan keterlibatan sistem saraf pusat akibat neuroinflamasi. Aktivasi berlebih neurotransmiter eksitatorik (terutama glutamat) dan ketidakseimbangan elektrolit pasca demam dapat memicu hipereksitabilitas neuron. Pasien mungkin tampak tidak bisa diajak komunikasi selama beberapa menit, kehilangan orientasi waktu dan tempat, atau mengalami kekakuan tubuh sementara. Keadaan ini membutuhkan observasi medis cermat karena dapat berkembang menjadi ensefalopati dengue atau kejang berulang. Oleh karena itu, gejala brain fog dan kejang pasca DBD perlu dianggap sebagai tanda peringatan dini adanya disfungsi otak sementara yang memerlukan rehabilitasi neurokognitif dan penanganan sistem pencernaan yang menyeluruh.
Penelitian oleh Verma et al. (2020, J Neurol Sci) melaporkan bahwa 15–20% pasien DBD mengalami gejala kognitif seperti sulit fokus, mudah lupa, dan gangguan tidur hingga tiga bulan setelah sembuh. Studi lain oleh Sahu et al. (2021, Front Neurol) menemukan adanya penurunan kadar BDNF (Brain-Derived Neurotrophic Factor) pada pasien pasca-DBD yang berkorelasi dengan tingkat brain fog.
Mekanisme ini menunjukkan adanya proses neurodegeneratif sementara akibat inflamasi sistemik.
Kejang pasca-DBD tercatat pada 4–6% kasus anak, terutama saat fase pemulihan dengan peningkatan enzim hati dan disfungsi ion natrium. Studi neuroimaging menunjukkan adanya lesi hipersinyal pada lobus temporalis dan parietalis, yang bersifat reversibel dengan terapi suportif dan antiepileptik sementara.
Terapi suportif menjadi pendekatan utama: hidrasi adekuat, koreksi elektrolit, pemberian antioksidan (vitamin C, E, dan kurkumin), serta pemantauan neurokognitif pasca infeksi. Rehabilitasi kognitif dan manajemen stres juga berperan penting dalam mempercepat pemulihan fungsi otak.
Kesimpulan
Brain fog dan kejang pasca DBD merupakan komplikasi neurologis yang semakin diakui dalam praktik klinis modern. Mekanisme utamanya melibatkan disfungsi sawar darah otak, neuroinflamasi, dan stres oksidatif neuron. Gejala ini bersifat reversibel, namun memerlukan deteksi dan penanganan dini agar tidak menurunkan kualitas hidup pasien, khususnya anak dan remaja. Integrasi pendekatan medis, nutrisi neuroprotektif, dan rehabilitasi kognitif dapat mempercepat pemulihan fungsi otak pascainfeksi dengue
Saran
- Pemantauan fungsi kognitif pasien DBD hingga 3 bulan pascapenyembuhan perlu dilakukan di fasilitas primer.
- Diperlukan penelitian longitudinal berbasis neuroimaging dan biomarker inflamasi untuk memahami perubahan otak pasca-DBD.
- Edukasi keluarga penting untuk mengenali gejala brain fog dan kejang ringan agar dapat segera mendapatkan penanganan.
- Pengembangan panduan rehabilitasi neurokognitif berbasis komunitas menjadi langkah strategis dalam pencegahan sekuela neurologis pasca dengue.
Daftar Pustaka (Gaya AMA)
- Verma R, Sahu R, Jain A. Neurological manifestations of dengue infection: a review. J Neurol Sci. 2020;412:116734.
- Sahu R, Kumar A, Verma R, et al. Post-dengue cognitive impairment and inflammatory markers: a prospective study. Front Neurol. 2021;12:624892.
- Solomon T, Dung NM, Vaughn DW, et al. Neurological manifestations of dengue infection. Lancet. 2000;355(9209):1053–1059.
- Al-Obaidi MMJ, Baharudin A, Latif ZA. Electrolyte disturbances and seizure occurrence in dengue infection. Trop Med Int Health. 2018;23(9):947–954.
- Puccioni-Sohler M, Rosadas C, Cabral-Castro MJ. Neurological complications in dengue infection: a review for clinical practice. Arq Neuropsiquiatr. 2018;76(9):622–627.











Leave a Reply